Selasa, 25 Februari 2014

PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Diposting oleh Unknown di 14.29 0 komentar


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, murid harus berkembang secara optimal dengan kemampuan untuk berkreasi, mandiri, bertanggung jawab,  dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pendidikan harus membantu bukan hanya mengembangkan kemampuan intelektualnya, tetapi juga kemampuan mengatasi masalah yang ditemuinya dalam interaksinya dengan lingkungan.
Sekolah tidak hanya berfungsi memberikan pengetahuan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, tetapi juga dapat mengembangkan keseluruan kepribadian anak. Oleh karena itu, guru harus mengetahui lebih dari sekedar masalah bagaimana mengajar yang efektif. Untuk itu sebagai calon guru kita perlu mengetahui wawasan dan pemahaman tentang layanan dan konseling di sekolah.
1.2 Rumusan masalah
1.Apa yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling?
2.Bagaimana peranan bimbingan dan konseling dalam pendidikan di sekolah?
3.Apa tujuan bimbingan di sekolah?



1.3 Tujuan
1.Mengetahui pengertian bimbingan dan konseling.
2.Mengetahui peranan bimbingan dan konseling dalam pendidikan di sekolah.
3.Mengetahui tujuan bimbingan di sekolah.













BAB II
PEMBAHASAN
2.1PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING
2.1.1        Pengertian Bimbingan
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan bagaikan kata majemuk. Hal itu mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan kadang-kadang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Banyak para  ahli berusaha merumuskan pengertian bimbingan dan konseling.
Menurut Jones (1963), Guidance is the help given by one person to another in making  choice and adjustments and in solving. Dalam pengertian tersebut terkandung maksud bahwa tugas pembimbing hanyalah membantu agar individu yang dibimbing mampu membantu dirinya sendiri, sedangkan keputusan terakhir tergantung kepada individu yang dibimbing (klien).[1]
Rochman Natawidjaja(1978) mengatakan hal yang senada bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia mampu mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntunan dan keadaan keluarga serta masyarakat.[2]
Bimo Walgito (1982) mengatakan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.[3]
Dari pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan bimbingan adalah proses bantuan dari seorang individu kepada invidu-individu lain dalam mengatasi masalahnya kehidupannya dan memahami dirinya.

2.1.2        Pengertian Konseling
Banyak ahli yang memberikan makna tentang konseling. Menurut James P. Adam yang dikutip oleh Depdikbud (1976):
Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua individu dimana yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.[4]
Menurut Bimo Walgito (1982) konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keaadan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejaahteraannya hidupnya.
Dari pendapat para ahli diatas, dapat ditarik konseling adalah hubungan timbal balik antara individu dalam hal ini konselor kepada individu lain yaitu konseli  membantu menyelesaikan masalahnya  dengan wawancara dan cara-cara lain  yang seseuai pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang demi kesejahteraan hidupnya.

2.1.3 Perbedaan Bimbingan dan Konseling Dengan Kegiatan Mengajar
a)      Tujuan yang ingin dicapai pada kegiatan mengajar sudah dirumuskan terlebih dahulu dan target pencapaian tujuan tersebut sama untuk seluruh siswa dalam satu kelas atau satu tingkat. Dalam kegiatan bimbingan dan konseling target pencapaian tujuan lebih bersifat individual atau kelompok.
b)      Pembicaraan dalam kegiatan belajar mengajar lebih banyak diarahkan kepada pemberian informasi, atau pembuktian dalam suatu masalah, sedangkan pembicaraan pembicaraan dalam konseling ditujukan untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi klien.
c)      Dalam kegiatan mengajar para siswanya belum tentu mempunyai masalah yang berkaitan dengan materi yang diajarkan,    sedangkan dalam kegiatan bimbingan dan konseling pada umumnya klien telah/sedang menghadapi masalah.
d)     Untuk melaksanakan bimbingan dan konseling, bagi konselor dituntut keterampilan khusus dan berbeda dengan tuntutan bagi seorang guru/pengajar.

2.2PERAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PENDIDIKAN DI SEKOLAH
Bimbingan dan konseling menangani masalah-masalah atau hal-hal diluar garapan pengajaran disekolah, tetapi secara tidak langsung menunjang tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah itu. Menurut Mortensen dan Schemuller (1969) kegiatan belajar mengajar dilakukan melalui layanan secara khusus terhadap semua siswa agar dapat mengembangkan dan memanfaatkan kemampuannya secara penuh.[5]
Bimbingan dan konseling semakin hari semakin dirasakan perlu keberadaannya disekolah. Koestoer Partowisastro (1982) berpendapat faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu:
1)      Sekolah merupakan lingkungan hidup kedua setelah rumah, dimana anak dalam waktu sekian jam (  6jam) hidupnya berada di sekolah.
2)      Para siswa yang usianya relatif masih muda sangat membutuhkan bimbingan baik dalam memahami keadaan dirinya, mengarahkan dirinya, maupun dalam mengatasi berbagai macam kesulitan.
Selain itu, ternyata kehadiran konselor juga membantu para pengajar disekolah untuk mengembangkan dan memperluas wawasannya dalam mengajar dalam hal sikap ataupun tentang masalah afektif yang mempunyai kaitannya dengan profesinya dan bisa pula membantu masalah dari pengajar tersebut. Hal ini didukung oleh UU No. 20 tahun 2003 pasal 32 dan 33 tentang pembinaan dan pengembangan profesi guru yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1)   Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2)   Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3)   Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4)   Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Dari pasal diatas terlihat jelas bahwa bimbingan sangat diperlukan oleh seorang guru dalam menunjang keberhasilan profesi dan kariernya. Selain itu, dalam pasal lain dijelaskan pula siapa-siapa saja yang berperan sebagai penyelenggara pembinaan dan pengembangan tersebut. Hal ini tertera pada UU No. 14 Tahun 2005 pasal 33 dan 34, yang berbunyi:
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1)   Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2)   Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3)   Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa yang bertugas sebagai penyelenggara adalan pemerintah, pemerintah daerah dan tidak lupa masyarakat itu sendiri. Hal ini juga senada dengan UU No. 20 tahun 2003 pasal 43 dan 44 yang berbunyi:
Pasal 43
(1)   Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.
(2)   Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
(3)   Ketentuan mengenai promosi, penghargaan, dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 44
(1)   Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(2)   Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya.
(3)   Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Selain sebagai sasaran pembinaan dan pengembangan pendidikan, secara harfiah sebenarnya guru/pengajar bertugas untuk membina dan membimbing murid-muridnya selain dalam pelajaran tentunya dalam hal sikap pula. Ini tertera dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 39 yang berbunyi:
Pasal 39
(1)   Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2)   Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Dari pasal diatas terlihat jelas bahwa guru yang profesional adalah guru yang tidak hanya bertugas menyampaikan informasi kepada siswanya, tetapi guru yng profesional adalah guru yang bisa membimbing dan melatih siswanya agar menjadi manusia yang lebih baik untuk dirinya dan masyarakat sekelilingnya. Hal ini diperkuat pula oleh UU No. 14 Tahun 2005 yang berbunyi:



Pasal 35
(1)        Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
(2)         Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3)        Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.3   TUJUAN BIMBINGAN DI SEKOLAH
Menurut Dr. Yusuf Gunawan, M. Sc, dalam bukunya Pengantar Bimbingan dan Konseling tujuan bimbingan dan konseling secara umum yaitu:
1.      Mengerti dirinya dan lingkungannya
2.      Mampu memilih ,memutuskan,dan merencanakan hidupnya secara bijaksana baik dalam bidang pendidikan,pekerjaan dan sosial pribadi
3.      Mengembangkan kemampuan dan kesanggupannya secara maksimal
4.      Memecahkan masalah yang dihadapi secara bijaksana.
5.      Mengelola aktifitas kehidupannya,mengembangkan sudut pandangnya dan mengambil keputusan serta mempertanggungjawabkannya
6.      Memahami dan mengarahkan diri dalam bertindak serta bersikap sesuai dengan tunutan dan keadaan lingkungan.
Adapun tujuan bimbingan dan konseling di sekolah di uraikan H.Umar ,dan kawan-kawan (1998:21-21) sebagai berikut:
1.Membantu siswa-siswa untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan,minat,pribadi,hasil belajar,serta kesempatan yang ada
2.membantu siswa-siswa untuk mengembangkan motif-motif dalam belajar ,sehingga tercapai kemajuan pengajaran yang berarti
3.membeikan dorongan di dalam pengarahan diri ,pemecahan masalah,pengambilan keputusan,dan keterlibatan diri dalam proses pendidikan
4.membantu siswa-siswa untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam penyesuaian diri secara maksimum terhadap masyarakat
5.membantu siswa untuk hidup didalam kehidupan yang seimbang dalam berbagai aspek fisik,mental dan sosial

Tujuan bimbingan bagi guru adalah sebagai berikut:
1.Membantu guru dalam berhubungan dengan siswa –siswa
2.Membantu guru dalam menyesuaikan keunikan individual dengan tuntutan umum sekolah dan masyarakat
3.Membantu guru dalam mengenal pentingnya keterlibatan dalam keseluruhan program pendidikan
4.membantu keseluruhan program pendidikan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan seluruh siswa
Adapun tujuan bimbingan bagi sekolah:
1.Menyusun dan menyesuaikan data tentang siswa yang bermacam-macam
2.Mengadakan penelitian tentang siswa dari latar belakangnya
3.Membantu menyelenggarakan kegiatan penataran bagi para guru dan personil lainnya ,yang berhubungan dengan kegiatan bimbingan
4.Mengadakan penelitian lanjut terhadap siswa-siswa yang telah meninggalkan sekolah
Layanan bimbingan sangat dibutuhkan agar siswa-siswa yang mempunyai masalah dapat terbantu,sehungga mereka dapat belajar lebih baik.Dalam kurikulum SMA tahun 1975 buku III C dinyatakan bahwa tujuan bimbingan disekolah adalah membantu siswa:
1.      Mengatasi kesulitan dalam belajarnya,sehingga memperoleh prestasi belajar yang tinggi.
2.      Mengatasi terjadinya kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik yang dilakukannya pada saat proses belajar-mengajar berlangsung dalam hubungan sosial.
3.      Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan jasmani.
4.      Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan kelanjutan studi.
5.      Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan perencnaan dan pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka tamat.
6.      Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah sosial –emosional disekolah yang bersumber dari sikap  urid yang bersangkutan terhadap dirinya sendiri,terhadap lingkungan sekolah,keluarga.dan lingkungan yang lebih luas.
Disamping tujuan tersebut, Downing (1968) juga mengemukakan bahwa tujuan layanan bimbingan disekolah sebenarnya sama dengan pendidikan terhadap diri sendiri,yaitu membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial psikoogis mereka,merealisasikan keinginannya,serta mengembangkan kemampuan atau potensinya.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa tujuan layanan bimbingan adalah membantu mengatasi berbagai macam kesulitan yang dihadapi siswa sehingga terjadi proses belajar-mengajar yang efektif dan efisien.





BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pendapat para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan bimbingan adalah proses bantuan dari seorang individu kepada invidu-individu lain dalam mengatasi masalahnya kehidupannya dan memahami dirinya.
Dari pendapat para ahli diatas, dapat ditarik konseling adalah hubungan timbal balik antara individu dalam hal ini konselor kepada individu lain yaitu konseli  membantu menyelesaikan masalahnya  dengan wawancara dan cara-cara lain  yang seseuai pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang demi kesejahteraan hidupnya.
Bimbingan dan konseling menangani masalah-masalah atau hal-hal diluar garapan pengajaran disekolah, tetapi secara tidak langsung menunjang tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah itu.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa tujuan layanan bimbingan adalah membantu mengatasi berbagai macam kesulitan yang dihadapi siswa sehingga terjadi proses belajar-mengajar yang efektif dan efisien.













DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Yusuf. 2001. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Soetjipto, dan Raflis Kosasi.2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
UU No. 20 Tahun 2003
UU No. 14 Tahun 2005


[1] Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M. Sc. Profesi Keguruan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2007). Hal-61.
[2] Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M. Sc. Profesi Keguruan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2007). Hal-62.
[3] Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M. Sc. Profesi Keguruan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2007). Hal-62.
[4] Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M. Sc. Profesi Keguruan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2007). Hal-63.

[5] Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, M. Sc. Profesi Keguruan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2007). Hal-64.

Jumat, 21 Februari 2014

sikap profesional guru

Diposting oleh Unknown di 22.01 0 komentar


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Profesionalisme menjadi tuntutan setiap pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani siswa yang memiliki berbagai karakteristik yang masing-masing tidak sama. Pekerjaan sebagai guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya, sedangkan kemampuan dirinya mengalami stagnasi. Dengan demikian, seorang guru harus tetap berusaha mengembangkan dan mengaktualkan dirinya sehingga mampu membimbing anak didiknya untuk mengembangkan diri mereka.
Peningkatan profesionalisme dalam pendidikan dan pengajaran dalam hal ini para guru, banyak ditentukan oleh sikap para guru tersebut terhadap profesi guru itu sendiri. Tanpa sikap yang positif terhadap profesi yang digelutinya, mustahil mereka mau bertindak secara profesional. Persoalan sikap ini sangat menentukan karena sikap berhubungan secara positif dengan kinerja dan pada akhirnya sangat berpengaruh pada hasil pendidikan itu sendiri. Itulah sebabnya, masalah sikap guru terhadap profesinya perlu dikaji secar mendetail.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apakah pengertian dari  sikap profesional keguruan ?
1.2.2        Apa sajakah sasaran sikap profesional keguruan?
1.2.3        Bagaimanakah pengembangan sikap profesional keguruan?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.3.1        Untuk mengetahui pengertian dari sikap profesional keguruan.
1.3.2        Untuk mengetahui sasaran penyikapan dari profesional keguruan.
1.3.3        Untuk mengetahui pengembangan sikap profesional keguruan.





BAB II
SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN
A.    Pengertian Sikap Profesional Keguruan
Menurut Walgito, sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek, sedangkan Berkowitz mendefinisikan “sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah respon atau kecenderungan untuk bereaksi”. Sebagai reaksi, maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menghindari sesuatu.
Menurut Asmani (2009:46-47) profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Guru sebagai suatu profesi dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat (1) tentang guru dan dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru yang memenuhi standar adalah guru yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dan memahami benar apa yang harus dilakukan, baik ketika di dalam maupun di luar kelas.
Menrut UU Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003, UU RI No.20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2 menyebutkan “pendidik merupakan tenagan profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
Guru pofesional adalah guru yang  memiliki keahlian, keterampilan, dan kemampuan sebagaimana filosofi dari Ki Hajar Dewantara “ tut wuri handayani, ing garso sung tolodo, ing madyo mangun karso”. Guru tidak cukup dengan menguasai materi pelajaran akan tetapi mengayomi murid, menjadi contoh atau teladan bagi murid serta selalu mendorong murid untuk lebih baik dan maju. Guru profesional selalu mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan dan mendalami keahliannya, kemudian guru profesional rajin membaca untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak.
Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar (2001 : 118), guru profesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi :
1.      Memiliki bakat sebagai guru.
2.      Memiliki keahlian sebagai guru.
3.      Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.
4.      Memiliki mental yang sehat.
5.      Berbadab sehat.
6.      Memilki pengalaman dan pengetahuan yang luas.
7.      Guru adalah manusia berjiwa Pancasila.
8.      Guru adalah seorang warga negara yang baik.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan, guru yang profesional adalah guru yang kompeten menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Untuk memahami beratnya profesi guru karena harus memiliki keahlian ganda berupa keahlian dalam bidang pendidikan dan keahlian dalam bidang studi yang diajarkan, maka Kellough  mengemukakan profesionalisme guru antara lain sebagai berikut.
1.      Menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkan.
2.      Guru merupakan anggota aktif organisasi profesi guru, membaca jurnal profesional, melakukan dialog sesama guru, mengembangkan kemahiran metodologi, membina siswa dan materi pelajaran.
3.      Memahami proses belajar dalam arti siswa memahami tujuan belajar, harapan-harapan, dan prosedur yang terjadi di kelas.
4.      Mengetahui cara dan tempat memperoleh pengetahuan.
5.      Melaksanakan perilaku sesuai sesuai model yang diinginkan di depan kelas.
6.      Memiliki sikap terbuka terhadap perubahan, berani mengambil resiko, dan siap bertanggung jawab.
7.      Mengorganisasikan kelas dan merencanakan pembelajaran secara cermat. 
Guru sebagai tenaga profesional bukan saja melakukan tugas pembelajaran dalam ruang mikro akan tetapi juga dalam ruang lingkup makro, yaitu : melaksanakan amanah bangsa Indonesia, menjalankan fungsi pendidikan, sebagaimana Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, bab II, pasal 3, “Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa.
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongna kepada anak didiknya, bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering jadi perhatian masyarakat luas.
B.     SASARAN SIKAP PROFESIONAL
Guru sebagai tenaga profesional tidak hanya dituntut memiliki kemampuan mengajar dan mendidik sekolah siswa saja, akan tetapi sebagai tenaga profesional seorang guru harus memiliki sikap yang dapat membantu dalam pengembangan karirnya, sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Guru Indonesia. Sikap dimaksud adalah sikap terhadap Peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi guru, sikap terhadap organisasi profesi, sikap terhadap teman sejawat, sikap terhadap anak didik, sikap terhadap tempat kerja, sikap terhadap pemimpin, dan sikap terhadap pekerjaan. (Soetjipto, 2007)
1.      Sikap  Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa : “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan “(PGRI, 1973). Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Kementerian Pendidikan Nasional.
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan- peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan, dipusat maupun departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan dinegara kita. Sebagai contoh, peraturan tentang (berlakunya) kurikulum sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), Evaluasi Belajar tahap akhir (EBTA), dan lain segainya.
Untuk menjaga agar guru indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Kode etik guru mengatur hal tersebut, seperti yang tertentu seperti yang kesembilan dari kode etik guru. Dasar ini juga menunjukan bahwa guru indonesia harus tunduk dan taat kepada pemerintah dalam menjalankan tugas pengabdianya, sehingga guru indonesia tidak mendapat pengaruh negatif dari pihak luar, yang ingin memaksakan idenya melalui dunia pendidikan, dengan demikian setiap guru indonesia wajib tunduk dan taat terhadap segala ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia harus taat terhadap kebijksanaan dan peraturan, baik yang dikeluarkan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan maupun departemen lain yang berwenang mengatur pendidikan, dipusat dan didaerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan indonesia.

2.      Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi sebagai wadah dan sarana pengabdian PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan suatu sistem dimana unsur pembentuknya adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik antara anggota profesi dan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
Organisasi profesional harus membina mengawasi para anggotanya. Organisasi adalah semua anggota dengan seluruh pengurus dan segala perangkat dan alat-alat pelengkapnya. Kewajiban membina organisasi profesi merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Oleh sebab itu semua anggota dan pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat dalam organisasi merupakan wakil-wakil formal dan keseluruhan anggota organisasi, maka merekalah yang melaksanakan tindakan formal berdasarkan wewenang yang telah di delegasikan kepadanya oleh seluruh anggota organisasi itu. Dalam kenyataanya para pejabat itulah yang memegang peranan fungsional dalam melakukan tindakan pembinaan sikap organisasi, merekalah yang mengkomunikasikan segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotanya. Dan mereka pula yang mengambil tindakan apabila diperlukan.
Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh anggota ini di koordinasikanoleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatanya menjadi efektif dan efesien. Dengan perkataan lain setiap anggota profesi, apakah ia sebagai pengurus atau anggota biasa, wajib berpartisipasi guna memelihara, men membina dan meningkatkan mutu organisasi profesi dalam rangka mewujudkan cita-cita orgnisasi.
Dalam dasar keenam dari kode etik ini dengan gamlang juga dituliskan “bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama mengemangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”. Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri. Siapa lagi, kalau tidak anggota profesi itu sendiri, yang akan mengangkat martabat suatu profesi serta meningkatkan mutunya.
Usaha peningkatan dan pengembangan mutu profesi dapat dalakukan secara perseorangan oleh para anggotanya, ataupun juga dapat dilakukan secara bersama. Lamanya program peningkatan pembinaan itupun beragam sesuai yang diperlukan. Secara perseorangan peningkatan mutu profesi dapat dilakukan baik secara formal maupun secara informal. Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam berbagai kursus,sekolah, maupun kuliah diperguruan tinggi atau lembaga lain yang berhungan dengan profesinya. Disamping itu secara informal guru dapat saja meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari mass media (surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain). Atau buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan.
Peningkatan mutu profesi keguruan dapat pula direncanakan dan dilalukan secara bersma atau kelompok. Kegiatan berkelompok ini dapat berupa penataran,lokakarya, seminar,simposium atau bahkan kuliah disuatu lembaga pendidikan yang diatur secara tersendiri. Misalnya program penyetaraan D-III guru-guru SLTP, adalah contoh - contoh  kegiatan berkelompok yang diatur tersendiri.

3.       Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 kode etik guru disebutkan bahwa “guru memelihar ahubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan kesetiawanan sosial. “ini berati bahwa:
1)      Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya.
2)       Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosisal didalam dan diluar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini kode etik guru indonesia menunjukan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan kekeluargaan adalah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja  maupun dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menjunjung tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.
Dalam hal ini guru hendaknya menunjukkan suatu sikap yang ingin bekerja sama, menghargai, pengertian, dan rasa tanggung jawab kepada sesama personel sekolah. Sikap ini diharapkan akan memunculkan suatu rasa senasib sepenanggungan, menyadari kepentingan bersama, dan tidak mementingkan kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain, sehingga kemajuan sekolah pada khususnya dan kemajuan pendidikan pada umumnya dapat terlaksana. Sikap ini hendaknya juga dilaksanakan dalam pergaulan yang lebih luas yaitu sesama guru dari sekolah lain.


a)      Hubungan guru berdasarkan lingkungan kerja
Dalam setiap sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan beberapa anggota guru ditambah beberapa orang personel sekolah lainya sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut. Berhasil atau tidaknya sekolah membawa misinya akan banyak bergantung kepada semua manusia yang terlibat didalamnya. Agar setiap personel sekolah dapat berfugsi sebagaimana mestinya. Mutlak adanya hubungan yang baik dan harmonis diantara sesama personel yaitu hubungan baik antara kepala sekolah dan guru, guru dengan guru, dan kepala sekolah ataupun guru dengan personel sekolah lainya. Semua personel sekolah ini harus dapat menciptakan hubungan baik dengan anak didik disekolah tersebut.
Sikap profesional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling pengertian dan rasa tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan serta menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain (Hermawan,1979). Dalam suatu pergaulan hidup, bagaimanapun kecilnya jumlah manusia , akan dapat perbedaan-perbedaan  pikiran, perasaan,kemauan,sikap, watak, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian hubungan tersebut dan dapat berjalan lancar tentram,dan harmonis, jika diantara mereka tumbuh saling pengertian dan tenggang rasa antara satu dengan yang lainya.
Kebiasaan kita pada umumnya, untuk kadang-kadang bersikap kurang sungguh-sungguh dan kurang bijaksana, sehingga hal ini menimbulkan keretakan diantara sesama kita. Hal ini tidak boleh terjadi karena jika diketahui oleh murid ataupun orang tua murid, apalagi masyarakat luas, mereka akan resah dan tidak percaya kepada sekolah. Hal ini juga dapat mendatangkan pengaruh negatif kepada anak didik. Oleh sebab itu, agar jangan terjadi keadaan yang berlarut-larut, kita perlu saling maaf-memaafkan dan memupuk suasana kekeluargaan yang akrab sesama guru dan aparatur disekolah.
b). Hubungan guru berdasarkan lingkungan keseluruhan
Dalam suatu pekerjaan, hendaklah kita jadikan rekan kita sebagai saudara. Kita wajib membantu rekan kita bila dalam kesukaran, saling mendorong kemajuan dalam bidang profesinya dan saling menghormati hasil-hasil karyanya. Mereka saling memberitahukan penemuan-penemuan baru untuk meningkatkan profesinya.
Sebagai saudara mereka berkewajiban saling mengoreksi dan saling menegur, jika terdapat kesalahan-kesalahan atau penyimpangan yang dapat merugikan profesinya.
4.      Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam kode etik guru indonesia dituliskan dengan jelas bahwa “ guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari ,yakni: tujuan pendidikan nasional, perinsip membimbing, dan perinsip pembentuka manusia indonesia seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajara, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara adalah sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistm itu adalah” ing ngarso tulodo”, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani”. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh harus dapat memberikan pengaruh dan harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarka peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikanya. Dalan handayani berati guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarinya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan kearah pembentukan manusia indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila dan bukan lah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Motto tut wuri handayani sekarang telah diambil menjadi motto dari departemen pendidikan dan kebudayaan RI.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat ,utuh, baik jasmani maupun rohani, tidah hanya berilmu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh peserta pribadi peserta didik, baik jasmani,rohani, sosial maupun yang lainya yang sesuai dengan hakikat kependidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya sebagai insan dewasa. peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh kepada kehendak dan kemauan guru.

5.      Sikap Terhadap Tempat Kerja
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkunganya. Untuk menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: (a) guru sendiri, (b) hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir dan kode etik yang berbunyi “Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar”. Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana ynag baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode mengajar yang sesuai maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainyayang diperlukan.
Suasana harmonis disekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlibat didalamnya, yakni kepala sekolah, guru, staf administrasi dan siswa, tidak menjalin hubungan yang baik diantara sesamanya. Penciptaan suasana kerja menantang harus dilengkapi dengan terjalinya hubungan yang baik dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian kecil dari waktu, dimana peserta didik berada di sekolah dan diawasi oleh guru-guru. Sebagian besar waktu justru digunakan peserta didik di luar sekolah, yakni dirumah dan dimasyarakat sekitar. Oleh sebab itu, amatlah beralasan bahwa orang tua dan masyarakat bertanggung jawab terhadap pendidikan mereka. Agar pendidikan diluar ini terjalin dengan baik dengan apa yang dilakukan oleh guru disekolah diperlukan kerja sama dengan baik antara guru,orang tua,dan masyarakat sekitar.
Dalam menjalin kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat mengambil prakarsa, misalnya dengan cara mengundang orang tua sewaktu pengambilan rapor, mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat disekitar, mengikut seertakan persatuan orang tua siswa atau membantu meringankan permasalahan sekolah, terutama menanggulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang kegiatan sekolah.
Keharusan guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya ini merupakan isi dari butir kelima kode etik guru indonesia.

6.      Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) guru  akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai dari pengurus cabang daerah sampai pusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar Depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah, kakandep,dan seterusnya sampai ke menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudah jelas bahwa pemimpin suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memipmpin organisasinya, dimana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat saja kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut diberikan tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang diberikan mereka. Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan malahan kritik yang membangun demi pencapaian tujuan yang teah digariskan bersama dan kemajuan organisasi. Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik disekolah maupun diluar sekolah.

7.      Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi. Terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikaruniai  sifat seperti itu, namun bila seorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan berlaku seperti itu.
Orang yang telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil baik bila dia mencintai kariernya dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat apa pun agar kariernya berhasil baik, ia committed dengan pekerjaanya. Ia harus mau dan mampu melaksanakan tugasnya serta mampu melayani dengan baik pemakai jasa yang membutuhkanya.
Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat,guru harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuanya. keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat biasanya dipengaruhi tekhnologi. Oleh karenanya, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layananya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam kode etik Guru Indonesia yang berbunyi : “guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat melakukanya secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu,dan kemampuanya. Secara informal guru dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilanya melalui mass media seperti televisi, radio,majalah ilmiah, koran,dan sebagainya, ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainya yang cocok dengan bidangnya.

C.    Pengembangan Sikap Profesional

Pengembangan terhadap guru merupakan hal mendasar dalam proses pendidikan. Saat ini guru dianggap sebuah profesi yang sejajar dengan profesi yang lain, sehingga seorang guru dituntut bersikap profesional dalam melaksanakan tugasnya. Guru yang profesional adalah “guru yang mempunyai sejumlah kompetensi yang dapat menunjang tugasnya yang meliputi kompetensi pendagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial maupun kompetensi pribadi”. Dari kompetensi tersebut guru dapat menciptakan suasana.
Seperti telah diungkapkan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu baik mutu profesional maupun mutu layanan, guru harus pula meningkatkan sikap profesionalismenya. Ini berti bahwa ketujuh sasaran penyuikapan yang telah dibicarakan harus selalu di pupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap profesionalisme ini dapat dilakukan, baik selagi dalam pendidikan mauupun setelah bertugas (dalam jabatan).
a.      Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru di didik dalam berbagai pengetahuan,sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaanya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatanya selalu menjadi perhatian siswa dan muridnya.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru mulai pendidikanya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap profesional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-product) dari pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin misalnya dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matemattika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan. Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat diberikan dengan memberikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang direncanakan, sebagaimana halnya mempelajari pedoman penghayatan dan pengalaman  pancasila (P4) yang diberikan kepada seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
b.      Pengembangan Sikap Selama dalam jabatan
Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdianya sebagai guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilkakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar atau kegiatan ilmiah lainya ataupun secara informal melalui media masa televisi, radio, koran dan majalah maupun publikasi lainya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap profesional keguruan.
Sebagai profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terus menerus, jangan sampai siswa lebih banyak pengetahuan dari pada guru. Guru dituntut untuk mengetahui segala macam ilmu, bukan hanya ilmu yang ia ampuh sebagai profesi. Sasaran penyikapan itu meliputi : penyikapan terhadap perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik, tempat kerja, pemimpin dalam pekerjaan.
Dalam jabatan sebagai guru haruslah dapat menjawab tantangan perkembangan masyarakat, dalam bersikap guru harus mengadakan pembaharuan sesuai dengan tuntutan tugasnya.







BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Guru pofesional adalah guru yang  memiliki keahlian, keterampilan, dan kemampuan sebagaimana filosofi dari Ki Hajar Dewantara “ tut wuri handayani, ing garso sung tolodo, ing madyo mangun karso”.
Sasaran sikap profesional guru tidak hanya dituntut memiliki kemampuan mengajar dan mendidik sekolah siswa saja, melainkan dituntut memiliki sikap terhadap Peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi guru, sikap terhadap organisasi profesi, sikap terhadap teman sejawat, sikap terhadap anak didik, sikap terhadap tempat kerja, sikap terhadap pemimpin, dan sikap terhadap pekerjaan.
Guru yang profesional adalah “guru yang mempunyai sejumlah kompetensi yang dapat menunjang tugasnya yang meliputi kompetensi pendagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial maupun kompetensi pribadi”. Pengembangan sikap profesionalisme dapat dilakukan, baik selagi dalam pendidikan mauupun setelah bertugas (dalam jabatan).











DAFTAR PUSTAKA
Soetjipto, Prof; M.Sc, Kosasi, Raflis, Drs. 2002. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta
Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implikasi KTSP
 

shandy tiara Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review