Intelegensi Quotien dan Emosional
Quotien
disusun oleh kelompok 1
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
dosen pengampu : Widodo Winarso,M.Pd.I
BAB
1
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
EQ
(Emotional Quotient) merupakan salah satu alat yang di pakai untuk mengukur
kecerdasan seseorang. Namun pengukuran EQ bukan didasarkan pada kepintaran
seseorang tetapi sesuatu yang di sebut dengan karakteristikpribadi atau
karakter. Sedangkan IQ ( Intelligence Quotient) merupakan salah satu alat yang
di gunakan untuk mengukur kecerdasan seseorang yang mendasarkan pada kepintaran
seseorang.
Berbagai
penelitian menemukan keterampilan keterampilan emosional akan semakin penting
perannya dalam kehidupan dari pada kemampuan intelektual. Atau dengan kata lain
memiliki EQ tinggi mungkin lebih tinggi pencapaian keberhasilan ketimbang IQ
tinggi yang diukur berdasarkan uji standar terhadap kognitip verbal dan
nonverbal.
IQ
itu dapat di gunakan dengan menggunakan uji-uji kecerdasan standar misalnya
uujian pada saat masuk perguruan tinggi, sedangkan EQ itu sangat sulit di uji
oleh sesuatu yang nyata. Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau
keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada
tingkatan konseptual maupun di dunia nyata.
B. TUJUAN
PENULISAN
Makalah
ini di buat agar penulis dapat membantu mahasiswa sehingga mahasiswa dapat
memahahami IQ dan EQ dalam pembelajan matematika.
C. RUMUSAN
MASALAH
a) Apakah
pengertian dari Intelegensi?
b) Bagaimana
implementasi IQ dalam pembelajaran matematika?
c) Apa
pengertian emosional?
d) Apa
sajakah unsur-unsur EQ?
e) Bagaimana
implementasi EQ dalam pembelajaran matematika?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
IQ (Intellegence Quotient)
Intelllegent
atau
intelegensi adalah kemampuan untuk
bertindak secara terarah, berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya
secara efektif.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intellegensi adalah suatu kemampuan
mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh sebab itu,
intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan
dari berbagai tindakan nyata yang merupakan menifestasi dari proses berpikir
rasional.
Ada
beberapa pendapat intelegensi menurut
para ahli yaitu sebagai berikut:
a.
Menurut William Stern, intelegensi adalah suatu daya
jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di dalam situasi yang
baru dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya.
William Stern berpendapat bahwa intelengensi sebagian besar tergantung dengan
dasar dan turunan. Pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada
intelegensi seseorang.
b.
Menurut Vaan Hoes, intelegensi merupakan kecerdasan
jiwa.
c.
Charles Sperman (1863-1945) berpendapat bahwa
intelegensi merupakan kemampuan yang tunggal. Dia menyimpulkan bahwa semua
tugas dan prestasi mental hanya menuntut dua macam kualitas saja yaitu
intelegensi umum dan keterampilan individu dalam hal tertentu. Misalnya ketika
seseorang harus memecahkan soal aljabar, maka yang ia butuhkan ialah
intelegensi umum dan pemahaman akan berbagai rumus dan konsep aljabar itu
sendiri.
d.
L.L Thurstone (1887-1955) seorang ahli di bidang
listrik di Amerika yang kemudian menerjunkan diri dalam pembuatan tes, lebih
menekankan aspek terpisah-pisah dari intelegensi. Dia menyatakan dengan tegas
bahwa intelegensi umum dari tujuh kemampuan yang dapat dibedakan dengan jelas
yaitu:
a)
Untuk menjumlah, mengalihkan dan membagi.
b)
Menulis dan berbicara dengan mudah.
c)
Memahami dan mengerti makna kata yang diucapkan.
d)
Memperoleh kesan akan sesuatu.
e)
Mampu memecahkan persoalan dan mengambil pelajaran
dari pengalaman lampau.
f)
Dengan tepat dapat melihat dan mengerti hubungan benda
dalam ruang.
g)
Mengenali objek dengan tepat dan benar.
e.
Menurut Prof. Kohnstermm berpendapat bahwa intelegensi
itu dapat dikembangkan, tetapi memenuhi syarat-syarat tertentu dan hanya
mengenai segi kualitasnya saja, syarat-syarat itu ialah:
a)
Bahwa pengembangan itu hanya sampai pada batas
kemampuannya saja. Pengembangan tidak dapat melebihi batas itu dan setiap orang
mempunyai batas-batas berlainan.
b)
Terbatas juga pada mutu integensi, artinya seseorang
tidak akan selesai mengerjakan sesuatu data mutu intelegensinya.
c)
Perkembangan intelegensi, bergantung pula pada cara
berfikir yang metodis.
f.
Menurut Prof. Waterink seorang mahaguru di Amsterdam
mengatakan bahwa menurut penyelidikannya belum dapat dibuktikan bahwa
intelegensi dapat diperbaiki atau dilatih. Belajar berfikir hanya diartikannya
bahwa banyaknya pengetahuan bertambah akan tetapi berarti bahwa kekuatan
berfikir bertambah baik.
g.
Menurut Bischof seorang psikolog Amerika (1954)
mengemukakan definisi yang lebih luwes, namun bersifat oprasional dan
fungsional bagi kehidupan manusia sehari-hari. Ia mendefinisikan intelegensi
sebagai berikut: “intelligence is the ability to slove problems of all kinds”.
(Bischof, 1954: 1) (intelegensi ialah kemampuan untuk memecahkan segala jenis
masalah).
Sedangkan Quotient adalah
suatu konsep kuantifkasi yang awalnya diberlakukan dalam rangka pengukuran
tingkat kecerdasan. Pendekatan kuantitatif dalam psikologi mulai diperkenalkan
dalam psikologi sejak awal abad ke-20, dalam rangka menjadikan psikologi ilmu
yang obyektif. Pendekatan-pendekatan sebelumnya berasal dariminduk psikologi,
yaitu filsafat, dan ilmu-ilmu sosial lainnya,dianggap terlalu subyektif
sehingga terlalu banyak bias yang
dipandang kurang memenuhi persyaratan ilmiah.
Jadi,IQ (Intellegence Quotient) adalah
kecerdasan yang digunakan untuk berhubungan dengan alam dan pengelolaannya. IQ (Intellegence Quotient) setiap orang
dipengaruhi oleh materi otak yang ditentukan oleh faktor gemetika. Namun demikian
potensi IQ sangat besar
atau ada yang berpendapat juga bahwa IQ (Intelligence Quotient) adalah
kecerdasan seseorang dalam kemampuan verbal angka hitungan, daya ingat,
penalaran, dan kecepatan perseptual.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas intelegensi
seseorang diantaranya:
1. Faktor
bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa
korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2
anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti
lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar
0,40-0,50dengan ayah dan ibuyang sebenarnya, dan hanya 0,10-0,20 dengan ayah
dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara
terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka
tidak pernah saling kenal.
2. Faktor
Lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang ada
pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulka
perubahan-perubahan yang berarti. Intelegensi tentunya tidak bisa terlepas dari
otak kiri perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang di konsumsi.
Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari
lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.
3.
Faktor Kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ ( fisik atau psikis ) dapat dikatakan
telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya
masing-masing. Anal-anak dapat memecahkan soal-soal tertentu karena soal-soal
itu masih terlampau sukar baginya. Organ-organ tubuhnya dan fungsi-fungsi
jiwanya masih belum matang untuk melakukan mengenai soal itu. Kematangan
hubungan erat dengan umur.
4.
Faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan diluar
diri seseorang yang mempengaruhui perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan
pembentukan sengaja ( seperti yang dilakukan disekola-sekolah) dan pembentukan
tidak sengaja ( pengaruh alam sekitar ).
5.
Faktor Minat dan Pembawaan Khas
Minat mengarahkan perbuatan pada suatu
tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat
dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar ( manipulate
and eksploring motives). Dari manipulasi dan ekspolarasi yang dilakukan
terhadap dunia luar itu, lama-kelamaan timbulah minat terhadap sesuatu. Apa
yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih
baik.
6.
Faktor Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu
dapat memilih metode. Metode yang tertentu dalam menyelasaikan masalah-masalah.
Manusia mempunyai kebebasan-kebebasan sesuai kebutuhannya. Dengan adanya
kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat perbuatan
intelegensi.
Pendapat-pendapat mengenai pengembangan Intelegensi Quotien:
· Menurut Binet,
W. Stern, Bobertag bahwa Intelegensi
Quotien itu tidak dapat dikembangkan (tetap).
·
Menurut Prof. Khonstam, bahwa Intelegensi Quotienitu dapat dikembangkan. Adapun pengembangan ini
hanya segi kualitasnya yang dipenuhi dengan:
a.
Pengembangan itu hanya sampai pada batas kemampuan
saja.
b.
Terbatas pada segi peningkatan mutu intelegensi.
c.
Cara-cara berfikir secara metodis.
Macam-macam
tes Intelegensi:
1.
Test Binet-Simon, tes ini telah diperbaiki oleh
Rubertag untuk menyelidiki intelegensi anak antara umur 3 sampai dengan 15
tahun dengan sekumpulan pertanyaan-pertanyaan, sehingga dari hasil itu dapat
mengetahui IQ seorang anak. Test Binet-simon itu memperhitungkan dua hal,
yaitu:
a) Umur kronologis
(chronological age-disingkat CA) yaitu umur seseorang sebagaimana yang di
tunjukan dengan hari kelahirannya atau lamanya ia hidup sejak tanggal lahirnya.
b) Umur mental
(mental age-disingkat MA) yaitu umur kecerdasan sebagaimana yang ditunjukan
oleh tes kemampuan akademik.
Menurut Dr. Narcy Bayley dari
Universitas Calivornia mengemukakan pendapat bahwa IQ anak-anak yang masih muda
mengalami perubahan “turun-naik” ( tidak tetap ). Ia berpendapat bahwa
kapasitas mental anak yang terlalu muda tidak berkembang dengan kecepatan yang
sama dengan kecepatan perkembangan mental anak sebaya lainnya, meskipun mereka
memiliki kekuatan intelektual yang sama. Ini dapat berarti bahwa dalam tahapan
perkembangan tertentu bahwa seorang anak dapat memiliki IQ di bawah rata-rata,
sedangkan dalam tahap yang lainnya ia memiliki IQ diatas rata-rata.
2.
Brightness tes atau test Mosselon yaitu test three
words (tes 3 kata).
3.
Telegram test, yaitu disuruh membuat berita dalam
bentuk telegram.
4.
Definitie, disuruh mendefinisikan sesuatu.
5.
Wiggly test, yaitu menyusun kembali balok-balok yang
semula disusun menjadi satu.
6.
Stenquest test, disuruh mengamati sesuatu benda
sebaik-baiknya lalu dirusak lalu di bentuk kembali.
7.
Absurdity test, yaitu disuruh mencari keanehan yang
terdapat dalam suatu bentuk cerita.
8.
Medallion test, yaitu disuruh menyelesaikan gambar
yang belum jadi atau baru sebagian.
9.
Educational test (scholastic test), yuitu test yang
biasanya diberikan di sekolah-sekolah.
B.
PENGERTIAN
KECERDASAN
Pengertian kecerdasan menurut, C. Spearman yakin bahwa yang
dimaksud dengan kecerdasan ialah “Kemampuan umum untuk berpikir dan menimbang”.
Di lain pihak, L.L. Thustone melihat kecerdasan sebagai suatu rangkaian kemampuan
terpisah. Diyakinkannya bahwa kemampuan, seperti misalnya kemampuan numerik,
ingatan dan kefasihan berbicara, secara bersama-sama membentuk prilaku pandai.
Beberapa psikolog bahkan telah bertindak lebih jauh daripada Thurstone.
Misalnya, J.P. Guildford menegaskan bahwa kecerdasan terbentuk dari 120
faktor yang berbeda-beda. Perbedaan pendapat
mengenai banyaknya kemampuan di dalam kecerdasan masih berlanjut hingga
sekarang.
Alice Heim, seorang
psikolog yang bekerja pada Universitas Cambridge dan yang telah berhasil
mengembangkan beberapa tes kecerdasan, mendefinisikan kecerdasan sebagai
berikut: “ Kecerdasan ialah perbuatan pandai yang terdiri dari pemahaman
hal-hal yang pokok di dalam suatu keadaan dan penanggapan secara tepat terhadap
keadaan tersebut”. Defenisi atau yang lebih tepatnya deskripsi, mengenai kecerdasan
ini, meskipun masih terdengar samar-samar tidak menjadikan kecerdasan sebagai
suatu benda ke dalamnya dapat dimasukan hampir semua, kalau tidak dapat
dikatakan, semua perbuatan pandai, dan definisi ini tetap dapat disesuaikan
dengan konsepsi umum. Jadi, deskripsi Heim mengenai prilaku pandai tersebut
kiranya merupakan cara terbaik di dalam memberikan karakteristik kecerdasan
yang ada di dalam tahap ilmu pengetahuan kita sekarang. Perlu dicatat kiranya,
bahwa deskripsi Heim ini mempunyai beberapa persamaan yang cukup dekat dengan
pemikiran Piaget maupun Bruner mengenai perkembangan kognitif yakni pemikiran
mengenai seseorang yang melakukan upaya-upaya untuk dapat berhubungan secara
efektif dengan lingkungannya.
Hampir semua peneliti
berusaha mengukur kecerdasan dengan berbagai cara, dan mereka telah menggunakan
apa yang dinamakan dengan tes kecerdasan di dalam usahanya tersebut. Tes-tes
ini terdiri dari serangkaian permasalahan numerik, permasalahan verbal,
permasalahan ke-ruang-an ( spatial ),
dan permasalahan pertimbangan. Keberhasilan memecahkan berbagai permasalahan
tersebut di istilahkan sebagai prilaku pandai. Nilai di dalam tes tersebut
dianggap sebagai ukuran kecerdasan. Di dalam praktek, pada saat dilakukannya
studi, maka operasionalisasi definisi kecerdasan ialah “apa yang diukur oleh
tes kecerdasan tersebut”. Meskipun definisi kecerdasan ini merupakandefinisi
yang tidak berujung pangkal, namun definisi ini dapat mengatasi perbedaan
pendapat mengenai definisi umum, yakni dengan mengatakan yang sebenarnya
mengenai ukuran apa yang dipakai di dalam studi serta dengan membatasi
kesimpulan penelitian dengan berdasarkan definisi kecerdasan. Jadi, di sini
bukannya melakukan usaha-usaha yang tidak mungkin dapat dikerjakan, atau
mempelajari semua jenis “kecerdasan” yang berbeda-beda dalam waktu yang
bersamaan.
Tes kecerdasan
memungkinkan kita untuk menghitung IQ
atau Intellegence Quotient seseorang.
Pada anak-anak IQ dapat dihitung dengan perbandingan antara usia nyata (usia
kronologis) seorang anak dengan usia mentalnya. Usia mental ditentukan dengan
cara memberikan tes IQ kepada beberapa anak yang berbeda usia nya dan kemudian
rata-rata nilai masing-masing kelompok usia disusun. Seorang anak yang mendapat
nilai sama dengan nilai rata-rata bagi kelompok usia delapan tahun dikatakan
memiliki usia mental delapan tahun, tanpa memandang berapa usia anak tersebut
sebenarnya. Jelasnya, seorang anak yang berusia enam tahun dengan usia mental
delapan tahun dikatakan sebagai anak yang cemerlang, namun sebaliknya bagi
seorang anak berusia sepuluh tahun, sekalipun nlai kedua anak itu sama. Untuk
menyusun nilai IQ digunakan rumus sebagai berikut:
IQ =
X 100
Seorang anak yang
memiliki usia kronologis delapan tahun
dan usia mental juga delapan tahun, dikatakan memiliki IQ setinggi 100 (yang
merupakan rata-rata nilai IQ), namun seorang anak yang berusia kronologis
sepuluh tahun yang memperoleh jumlah jawaban benar yang sama dengan anak tang
berusia delapan tahun dikatakan memiliki usia mental delapan tahun, dan dengan
demikian memiliki nilai IQ setinggi 80.
Tes-tes IQ pertama kali
digunakan secara luas pada awal tahun 1900-an oleh A. Binet sebagai suatu
instrumen bagi Depertemen Pendidikan di Paris, Prancis. Kegunaan utama tes
binet ini adalah untuk memilih secara khusus anak-anak yang tidak mungkin
mencapai harapan baik di sekolah pada masa itu. Dengan demikian, tes Binet ini
adalah suatu tes untuk permasalahan keterbelakangan mental. Anak-anak yang
gagal mencapai nilai cukup tinggi di dalam tes tidak diizinkan untuk memasuki
sekolah. Versi yang lebih modern, khususnya versi Terman-Merrill, masih banyak digunakan
sebagai alat untuk seleksi dan penyuluhan hingga sekarang.
Kecerdasan dapat dilihat sebagai bakat
yang memungkinkan seseorang menguasai kemampuan tertentu atas aneka macam
keterampilan. Kecerdasan sebenarnya merupakan kemampuan untuk menangkap situasi
baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu. Beberapa jenis kecerdasan
tersebut antara lain:
-
Kecerdasan
Linguistik
-
Kecerdasan
Logis-matematis
-
Kecerdasan
Spasial
-
Kerdasan Musikal
-
Kecerdasan
Kinestetik Jasmani
-
Kecerdasan Antar
Personal
-
Kecerdasan Intra
Personal
-
Kecerdasan
Natural
Kecerdasan Linguistik adalah
kecerdasan dalam mengolah kata. Dengan kecerdasan ini maka seseorangakan mampu
berargumentasi, meyakinkan orang, menghibur, mengajar dengan efektif lewat
kata-kata, senang dengan bunyi bahasa dan teka-teki kata, mempermainkan kata
dan tongue twister, mahir dalam
hal-hal kecil dan mampu mengingat berbagai fakta, gemar sekali membaca, dapat
menulis dengan jelas, dapat mengartikan bahasa tulisan secara luas. Ini
merupakan kecerdasan para jurnalis, juru cerita penyair, dan pengacara. Bisa
jadi mereka adalah ahli sastra.
Kecerdasan Logis-Matematis adalah
kecerdasan dalam hal angka dan logika. Kecerdasan ini meliputi kemampuan dalam
penalaran, mengurutkan, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis,
mencari keteraturan konseptual dan pola numerik, pandangan hidupnya umumnya
bersifat rasional. Ini merupakan kecerdasan para ilmuwan, akuntan, dan
programer komputer.
Kecerdasan Spasial adalah
kecerdasan berpikir dalam gambar, mencerap, mengubah dan menciptakan kembali
berbagai aspek dunia visual-spasial. Dengan kecerdasn ini seseorang mempunyai
kepekaan yang tajam terhadap detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu
dengan begitu hidup, melukis atau membuat sketsa ide secara jelas, serta dengan
mudah menyesuaikan orientasi dalam ruang tiga dimensi. Ini merupakan kecerdasan
para arsitek, fotografer, artis, pilot, dan insinyur mesin.
Kecerdasan Musikal adalah
kecerdasan dan kemampuan untuk mencerap, menghargai, dan menciptakan irama dan
melodi. Dengan kecerdasan ini seseorang memiliki kepekaan terhadap nada, dapat
menyanyikan lagu dengan tepat, dapat mengikuti irama musik, dapat mendengarkan
(menikmati) berbagai karya musikdengan tingkat ketajamantertentu. Ini merupakan
kecerdasan para komponis, pemain musik, penyanyi, pemimpin orkestra atau
berbagai group musik.
Kecerdasan Kinestetik-Jasmani adalah
kecerdasan fisik bakat dalam mengendalikan gerak tubuh, dan keterampilan dalam
menangani benda, cekatan, indrera perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal
diam, dan berminat atas segala sesuatu. Dengan kecerdasan ini seseorang
memiliki keterampilan dalam menjahit, bertukang, merakit model. Dapat menikmati
kegiatan fisik seperti; berjalan kaki, menari, berlari, berkemah, berenang,
atau kegiatan fisik lainnya. Iniadalah keterampilan para atlet, pengrajin,
montir, ahli bedah dsb.
Kecerdasan Inter-Personal adalah
kemampuan untuk memahami dan bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan n
berupa kemampuan untuk menyerap tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat,
dan hasrat oranglain.
Kecerdasan Intra-Personal adalah
kecerdasan dalam diri sendiri. Kecerdasan ini berupa kemumpuan untuk mengakses
perasaannya sendiri, membedakan berbagai keadaan emosi, menggunakan
pemahamannya sendiri untuk memperkaya dan membimbing hidupnya.
Kecerdasan Natural adalah
kecerdasan yang berkaitan dengan alam. Kecerdasan ini mendefinisikan kepekaan
seseorang terhadap lingkungan sekitarnya.
C.
IMPLEMENTASI IQ
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Pada
dasarnya mata pelajaran Matematika adalah mata pelajaran yang membutuhkan
pemikiran khusus yang tentunya harus menggunakan IQ untuk dapat menyelesaikan
soal-soalnya, tanpa IQ tidak mungkin seseorang dapat mengikuti pelajaran
matematika dengan baik karena pada umumnya matematika sangat membutuhkan
pemikiran yang kuat, adapun orang yang berIQ rendah dapat mempelajari
matematika mungkin yang dipelajarinya hanyalah pelajaran-pelajaran yang mudah
dan tingkat dasar. Seorang yang IQ nya tinggi akan mengaplikasikan sebuah
gagasan matematika dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari atau
berfikir secara logis dan memanage kehidupannya secara baik dan teratur,
contohnya saja dalam kehidupan kita dalam situasi kita jauh dengan orang tua,
kita akan diberikan bekal yang harus mencukupi selama satu minggu penuh, tentu
manusia yang mempunyai IQ akan memanage nya sehingga dalam waktu seminggu bekal
yang di berikan akan dapat mencukupi satu minggu penuh.
Hal ini
akan berbeda jika seseorang yang mempunyai IQ rendah atau kurang dari
rata-rata, mereka tidak akan mampu memanage hidupnya sendiri ia tetap
memerlukan orang lain untuk mengatur setiap hidupnya contohnya orang yang
mempunyai IQ kurang dari rata-rata tidak dapat hidup mandiri atau harus selalu
di damping orangtua nya.
·
Ras dan IQ
Pada awal-awal
hari dilakukannya tes-tes IQ terdapat suatu hal yang menarik perhatian, yaitu
perbandingan nilaiantara ras-ras yang berbeda. Hasil penelitian R. Lynn,
misalnya, memperhatikan bahwa anak-anak usia sekolah berkebangsaan Jepang
mempunyai nilai empat setengah angka lebih tinggi daripada anak-anak sebaya
yang berkebangsaan Amerika.
Pada tahun
1969, Harvard Educational Review, Arthun Jensen melihat pada tes-tes IQ alesan
mengapa orang-orang negro Amerika rata-rata memiliki nilai lima belas angka
lebih rendah daripada orang-orang kulit putih.
Jensen
menyakinkan bahwa perbedaan nilai sebesar lima belas angka antara IQ orang
kulit putih dengan orang negro ini terlalu besar untuk dsapat dijelaskan
sebagai akibat dari pengaruh fakror-faktor lingkungan.
Menurut Jensen,
perlu adanya program pendidikan khusus bagi kelompok-kelompok anak yang berbeda
kemampuannya, sehingga setiap anak akan berkembang secara penuh. Pada masa-masa
panasnya suhu politikdi saat itu, pemikiran ini justru dimanfaatkan oleh
beberapa orang kulit putih Amerika Serikat yang mendiami daerah Selatan sebagai
alasan untuk melanjutkan pemisahan sekolah untuk anak-anak kulit putih dan
anak-anak kulit hitam, hal ini terjadi karena mungkin mereka lupa bahwa Jensen
berbicara mengenai nilai rata-rata, dan kenyataannya ada beberapa anak negro
yang memiliki IQ lebih tinggi daripada anak-anak kulit putih.
I.I. Gottesman
menyatakan bahwa, perbedaan IQ besar dapat diakibatkan dari perbedaan
lingkungan. Kamin dan beberapa peneliti lain menyatakan bahwa tes-tes IQ
mempunyai ikatan budaya (culture bond). Maksudnya, tes-tes ini
memanjakan orang-orang yang mempunyai latar belakang tertentu, yaitu dengan
menggunakan bahasa dan permasalahan yang diatur, yang mencerminkan sistem
pendidikan orang kulit putih golongan menengah serta juga mencerminkan
pengalaman lainnya. Ketidak sesuaian antara IQ pada ras-ras yang berbeda
kemungkinan semata-mata mencerminkan keadaan ini, sehingga kemudian ada
usaha-usaha untuk menghasilkan tes-tes IQ yang bebas budaya meskipun tidak ada seorang
pun yang menyetujuinya dengan suara bulat.
Perbedaan
pendapat mengenai faktor keturunan, ras dan kecerdasan masih tetap ramai dan
berlanjut terus, karena di sini tidak ada jawaban pasti, dan mungkin bahkan
tidak akan ada. Karenanya, penting kiranya kita menyadari adanya kelemahan ini,
dan perlu disiapkan adanya tuntutan balik, sehingga seandainya ada tuntutan
mengenai jawaban pasti tersebut dari orang-orang berpandangan ekstrem dan
memiliki bukti-bukti yang mendukung dan terpilih, kita pun dapat menangkisnya.
D.
PENGERTIAN EQ (Emosional Quetion)
EQ adalah kecerdasan yang di gunakan
manusia untuk berhubungan dan bekerjasama dengan manusia lainnya. EQ seseorang
di pengaruhi oleh kondisi dalam dirinya sendiri dan masyarakatnya, seperti adat
dan tradisi. Potensi EQ kebih besar di banding IQ. EQ yang oleh pakar dianggap
sebagai salah satu alat yang baik untuk mengukur kecerdasan emosional
seseorang. Menurut Lawrence Shapiro (1997) kecerdasan emosional seseorang dapat
dilihat pada (a) keuletan, (b) optimisme, (c) motivasi diri, (d) antusiasme.
Lebih lanjut Lawrence Shapori mengemukakan kcerdasan emosional (EQ)
pengukurannya bukan di dasarkan pada kepintaran seseorang anak, tetapi melalui
sesuatu yang di sebut dengan karakteristik pribadi atau “karakter”.
EQ
juga dapat di definisikan ;
1) Kemampuan
untuk bekerja secara abstraksi (ide, simbol, prinsip hubungan, konsep dan
prinsip);
2) Kemampuan
untuk belajar dan menggunakan abstraksi tersebut, dan
3) Kemampuan
untuk menyelesaikan masalah termasuk masalah yang sama sekali baru.
Ada
beberapa pendapat mengenai definisi dari emosional yang dikemukakan oleh para
ahli, yaitu sebagai berikut;
1.
Menurut Goleman (1995) kecerdasan emosional
adalah kemampuan seseorang untuk mengatur kehidupan emosinya dengan
intelegensi, menjaga keselarasan emosi dan pengukapannya melalui keterampilan
kesadaran diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
2.
Menurut
Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosinal adalah sebagai suatu keadaan yang terangsang dari
organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya
dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan,
parasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh
perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.
3.
Menurut
Crow & Crow (1958), emosi adalah "an emotion, is an affective
experience that accompanies generalized inner adjustment and mental and
physiological stirredup states in the individual, and that shows it self in his
evert behaviour". Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai
olehperubahan-perubahanfisik.
4.
Menurut Wolman dalam
Puspitasari (2002)
dapat didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan
pemunculan perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa dari pada
bertingkahlaku seperti anak-anak. Semakin bertambah usia individu diharapkan
dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan perasaan dan
kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta dari pada perasaan.
5. Menurut
Kartono (1988) emosional
adalah
sebagai kedewasaan dari segi emosional dalam artian individu tidak lagi
terombang ambing oleh motif kekanak- kanakan. Chaplin (2001) menambahkan
emosional maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat
kedewasaan dari perkembangan emosi dan karena itu pribadi yang bersangkutan
tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak pantas.
Istilah kecerdasan emosional pertama
kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikologi Peter Salovey dari Hard
University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan
kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.
Kualitas-kualitas ini antara lain adalah :
a. Empati
(memahamiorang lain secara mendalam)
b. Mengungkapkan
dan memahami perasaan (emosi)
c. Mengendalkan
amarah
d. Kemandirian
e. Kemampuan
menyesuaikan diri agar banyak di sukai
f. Diskusi
g. Kemampuan
menyelesaikan masalah antar pribadi
h. Ketekunan
i.
Kesetiakawanan
j.
Kemarahan
k. Sikap
hormat
Ada dua
macam pendapat tentang terjadinya emosi, pendapat yang nativistik mengatakan
bahwa emosi pada dasarnya merupakan bawaan sejak lahir. Sedangkan pendapat
empiristik mengatakan bahwa emosi di bentuk oleh pengalaman dan proses belajar.
Salah satu penganut paham navistik adalah Rena Descartes (1596-1650). Ia
mengatakan bahwa sejak lahir manusia telah mempunyai enam emosi dasar, yaitu:
1)
Cinta
2)
Kegembiraan
3)
Keinginan
4)
Benci
5)
Sedih, dan
6) Kagum
Di pihak
kaum empiristik dapat kita catat nama-nama lain seperti William
James(1842-1910),(Amerika Serikat) dan Carl Lange(Denmark). Menurt pendapat
teori ini emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap ransangan-ransangan dari luar.
Tokoh
empiris lain yang mengemukakan teori emosi adalah Wilhem Wundt (1832-1920),
tetapi berbeda dengan W. James menyelidiki mengapa timbulnya emosi, W. Wundt
menguraikan jenis-jenis emosi. Menurut W. Wundt ada tiga pasang wujud emosi,
yaitu:
1)
Lust-Unlust (senang-tak senang)
2)
Spannung-Losung (tegang-tegang)
3)
Eeregung-berubigung (semangat-tenang)
Diantara pakar-pakar teori kecerdasan
emosi paling berpengaruh yang menunjukan perbedaan nyata antara kemampuan
intelektual dan emosional adalah Howard Gardner.ia seorang psikolog dari
Harvard yang pada tahun 1983 memperkenalkan sebuah model yang oleh banyak orang
di sebut dengan kecerdasan majemuk (Multiple
intelligence). Daftar macam kecerdasan yang di buatnya meliputi tidak hanya
kemampuan verbal dan matematika yang sudah lazim, tetapi juga dua kemampuan
yang bersifat “pribadi”, kemampuan untuk mengenal dunia dalam diri sendiri dan
keterampilan sosial.
Ada empat ciri-ciri dari emosi:
1.
Pengalaman emosional bersifat pribadi. Kehidupan
emosional seorang individu tumbuh dari pengalaman emosionalnya sendiri.
Pengalaman emosional ini sangan subjektif dan bersifat pribadi, berbeda antara
seorang individu dengan individu lainnya.
2.
Adanya perubahan aspek jasmaniah. Pada waktu individu
menghayati suatu emosi, maka terjadi beberapa perubahan jasmaniah.
Perubahan-perubahan itu tidak selalu secara serempak, mungkin yang satu
mengikuti yang lainnya. Demikian juga intensitas kekuatan perubahan pada
sesuatu aspek berbeda dengan aspek lainnya, dan pada seorang individu berbeda
dengan individu lainnya.
3.
Emosi diespresikan dalam prilaku. Emosi yang dihayati
oleh seseorang diekspresikan dalam prilakunya, terutama diekspresikan dalam
roman muka dan suara/bahasa. Seseorang yang sedang mengalami rasa takut atau
marah, akan dapat dilihat dari gerak-gerik tubuhnya, tetapi akan lebih jelas
nampak pada roman mukannya. Orang-orang tunanetra pada umumnya kurang dapat
mengekspresikan emosinya melalui roman muka, sebab mereka tidak pernah melihat
roman muka mereka atau roman muka orang lain pada saat emosi.
4.
Emosi sebagai motif. Motif merupakan suatu tenaga yang
mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan. Demikian juga halnya dengan
emosi, dapat mendorong suatu kegiatan, apakah menjauhi atau mendekati suatu
objek yang memberikan rangsangan emosional. Seorang yang marah mungkin ingin
memukul orang yang merangsang amarahnya, orang yang sedang takut berusaha
menjauhi objek yang ditakutinya.
E.
UNSUR-UNSUR EQ
Daniel
Goleman mengungkapkan bahwa ada 5 unsur kecerdasan emosi yakni:
1) Kemampuan
seseorang untuk mengenali emosi pribadinya sehingga tahu kelebihan dan
kekurangannya.
2) Kemampuan
seseorang untuk mengelola emosi tersebut.
3) Kemampuan
seseorang untuk memotivasi dan memberikan dorongan untuk maju kepada diri
sendiri.
4) Kemampuan
seseorang untuk mengenal emosi dan keperibadian orang lain.
5) Kemampuan
seseorang untuk membina hubungan dengan pihak lain secara baik.
Jika kita memang mampu memahami dan
melaksanakan kelima unsur utama kecerdasan emosi tersebut, maka semua
perjalanan bisnis atau karier apapun yang kita lakukan akan lebih berpeluang
bejalan mulus.
Sedangakan
untuk mendapatkan skor tes EQ yang memuaskan, maka ada beberapa kiat yang mesti
dilakukan. Pertama adalah membaca pertanyaan dan mengetahui apa yang diminta
untuk dikerjakan. Pada Tes EQ, jawaban dirancang untuk dapat ditulis dengan
cepat dan umumnya hanyalah satu kata, huruf atau angka. Akan tetapi bila
menyadari jenis hubungan yang di uji pada pertanyaan, maka akan menemukan
jawaban jauh kebih cepat. Selalu tuliskan sesuatu khususnya pada tes yang
menggunakan pertanyaan pilihan berganda. Sangat jarang skor dikurangi untuk
jawaban yang salah dalam ujian dan pada Tes EQ mungkin tidak pernah terjadi.
Satu hal yang pasti, satu jawaban yang kosong tidak memberikan skor apapun.
Jadi
bila mempunyai gagsan yang masuk akal tentang kemungkinana jawaban, maka
tuliskan. Kita dapat menuliskan semacam tanda setelah menjawab sehingga dapat
kembai ke pertanyyaan tersebut bila kita masih mempunyai waktu. Bila tidak, tuliskan
jawaban sementara, sambil melanjutkan menyelesauikan tes karena mungkin tidak
mempunyai waktu untuk kembali ke pertanyaan tersebut dan mengerjakan
sebagaimana mestinya. Bila hanya mempunyai beberapa detik saja yang tersisa di
akhir tes, atau ketika telah mengerjakan semua soal yang menurut kita dapat di
kerjakan, jawaban sementara tidakakan merugikan.
Pertanyaan Tes EQ kadang tidak dirancang
untuk mempunyai hanya satu jawaban yang benar. Para penguji biasanya orang yang
berpikiran masuk akal dan besedia memeriksa bentuk tes atas subyek yang hidup,
jadi bila penguji setuju bahwa pilihan pertama kita juga dapat dipertahankan,
seharusnya mendapatkan skor.
Selalu pada keadaan sehat. Hal ini
penting pada tes kemampuan mental seperti EQ ini. Bila sakit kepala malamnya
tentu anda tidak dapat mengerjakan tes EQ secara efisien. Selanjutnya, bila
anda baru saja mengerjakan beberapa latihan dalam buku maka tutuplah buku dan
jangan mencoba tes berikutnya sampai esok hari.
Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa
keterampilan EQ yang sama dapat membuat anak atau siswa bersemangant tinggi
dalam belajar, dan anak yang memiliki EQ yang tinggi disukai teman-temannya di
arena bermain, juga akan membantunya dua puluh tahun kemudian ketika sudah
masuk ke dunia kerja atau ketika sudah berkeluarga.
·
Kegunaan
Kecerdasan Emosi dalam pembelajaran
a. Mengenali
emosi diri sendiri
b. Melepaskan
emosi negatif
c. Mengelola
emosi diri sendiri
d. Memotivasi
diri sendiri
e. Mengenali
diri sendiri
f. Mengelola
emosi orang lain
g. Memotivasi
orang lain,
·
Cara
Meningkatkan Kecerdasan Emosi
a. Peliharalah
daya pikir aktif
b. Jadikan
Orang lain sebagai referensi
c. Dekatkan
diri anda dengan cita-cita
d. Tetap
berfikir terbuka
e. Jangan
menghindari kenyataan
f. Beristirahatlah
jika merasa putus asa
g. Bagi-bagilah
masalah yang ada
h. Bekerjalah
mengikuti metode.
F.
IMPLEMENTASI EQ
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Matematika
merupakan salah-satu mata pelajaran yang membutuhkan pemikiran yang tinggi,
tentu saja saat mempelajari mata pelajaran ini tidak sedikit orang yang mengalami
kegagalan dalam mengerjakan soal-soalnya, saat mengalami kegagalan inilah
diperlukannya peranan mempelajari EQ (Emotional
Quotion) sehingga saat mengalami kegagalan seorang siswa tidak secara
langsung down atau melampiaskan pada hal yang negative karena emosi yang ia
miliki sudah dapat ia kontrol sendiri, seorang siswa yang telah mengetahui
peranan EQ akan mengangggap bahwa kegagalannya itu merupakan proses
pembelajaran bukan merupakan akhir dari segalanya. Perbedaan EQ dan IQ
Ø Pengertian
·
EQ : kecerdasan yang di gunakan
manusia untuk berhubungan dan bekerjasama dengan manusia lainnya.
·
IQ : kecerdasan
yang digunakan untuk berhubungan dengan alam dan pengelolaannya atau kecerdasan seseorang dalam kemampuan verbal angka
hitungan, daya ingat, penalaran, dan kecepatan perseptual.
Ø Manfaat yang
ditimbulkan
EQ:
a)
Empati (memahamiorang lain secara mendalam),
b)
Mengungkapkan
dan memahami perasaan (emosi),
c)
Mengendalkan
amarah,
d)
Kemandirian,
e)
Kemampuan
menyesuaikan diri agar banyak di sukai,
f)
Diskusi, Kemampuan menyelesaikan masalah
antar pribadi, Ketekunan,
g)
Kesetiakawanan,
h)
Kemarahan,
i)
Sikap hormat.
IQ:
a)
Untuk menjumlah, mengalihkan dan membagi.
b)
Menulis dan berbicara dengan mudah.
c)
Memahami dan mengerti makna kata yang diucapkan.
d)
Memperoleh kesan akan sesuatu.
e)
Mampu memecahkan persoalan dan mengambil pelajaran
dari pengalaman lampau.
f)
Dengan tepat dapat melihat dan mengerti hubungan benda
dalam ruang.
g)
Mengenali objek dengan tepat dan benar.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
pengertian intelegensi quotient yaitu
kecerdasan
yang digunakan untuk berhubungan dengan alam dan pengelolaannya atau kecerdasan seseorang dalam kemampuan verbal angka
hitungan, daya ingat, penalaran, dan kecepatan perseptual. Dan pengertian dari Emosional
Quotient yaitukecerdasan
yang di gunakan manusia untuk berhubungan dan bekerjasama dengan manusia
lainnya. Maka kita
selaku generasi muda dan penerus bangsa harus berrusaha untuk dapat
mengaplikasikan keudanya jangan sampai berat sebelah karena bila kita lebih
cenderung pada IQ saja maka kemungkinan besar yang akan kita alami adalah tidak
akan banyak orang yang menyukai kita dan bila kita lebih cenderung pada EQ maka
kita tidak akan berfikit logis dan cermat.
Adapun
factor-faktor dari intelegensi:
1)
Faktor bawaan
atau keturunan
2)
Faktor Lingkungan
3)
Factor Kematangan
4)
Faktor Pembentukan
5) Faktor Minat dan
Pembawaan Khas
6)
Factor Kebebasan
Maka factor-faktor inilah yang harus
di pahami oleh kita semua agar intelegensi kita dapat terasah dengan baik.
Beberapa
jenis kecerdasan tersebut antara lain:
-
Kecerdasan
Linguistik
-
Kecerdasan
Logis-matematis
-
Kecerdasan
Spasial
-
Kerdasan Musikal
-
Kecerdasan
Kinestetik Jasmani
-
Kecerdasan Antar
Personal
-
Kecerdasan Intra
Personal
-
Kecerdasan
Natural
Pada dasarnya seorang
yang IQ nya tinggi akan mengaplikasikan sebuah gagasan matematika dengan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari atau berfikir secara logis dan
memanage kehidupannya secara baik dan teratur, contohnya saja dalam kehidupan
kita dalam situasi kita jauh dengan orang tua, kita akan diberikan bekal yang
harus mencukupi selama satu minggu penuh, tentu manusia yang mempunyai IQ akan
memanage nya sehingga dalam waktu seminggu bekal yang di berikan akan dapat
mencukupi satu minggu penuh.
EQ adalah kecerdasan
yang di gunakan manusia untuk berhubungan dan bekerjasama dengan manusia
lainnya. EQ seseorang di pengaruhi oleh kondisi dalam dirinya sendiri dan
masyarakatnya, seperti adat dan tradisi. Potensi EQ kebih besar di banding IQ.
Unsur-unsur EQ:
Daniel Goleman
mengungkapkan bahwa ada 5 unsur kecerdasan emosi yakni:
1) Kemampuan
seseorang untuk mengenali emosi pribadinya sehingga tahu kelebihan dan
kekurangannya.
2) Kemampuan
seseorang untuk mengelola emosi tersebut.
3) Kemampuan
seseorang untuk memotivasi dan memberikan dorongan untuk maju kepada diri
sendiri.
4) Kemampuan
seseorang untuk mengenal emosi dan keperibadian orang lain.
5) Kemampuan
seseorang untuk membina hubungan dengan pihak lain secara baik.
Saat mengalami
kegagalan diperlukannya peranan mempelajari EQ (Emotional Quotion) sehingga saat mengalami kegagalan seorang siswa
tidak secara langsung down atau melampiaskan pada hal yang negative karena
emosi yang ia miliki sudah dapat ia kontrol sendiri, seorang siswa yang telah
mengetahui peranan EQ akan mengangggap bahwa kegagalannya itu merupakan proses
pembelajaran bukan merupakan akhir dari segalanya.
Daftar
Pustaka
1.
Malcolin Hardy dan Steven Heyes. 1998. Pengantar
Psikologi, Jakarta: Erlangga.
2.
M. Harawijaya. 2005. Tes Kecerdasan Emosional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
3.
Hamzah B. Uno. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara.
4.
Manfaat Budi. 2010. Membumikan Matematika dari
Kampus ke Kampung. Cirebon: Eduvision Publishing.
5.
Ahmadi Abu, dkk. Psikologi Belajar, Jakarta:
Rineka Cipta.
6.
Rahman Abdul Shaleh, dkk. 2004. Psikologi dalam
Persektif Islam. Jakarta: Prenada Media.
7.
Soemanto Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
8.
Syaodih Nana. 2005. Landasan Psikologi Proses
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
9.
Duniapsikolog.com


0 komentar:
Posting Komentar