Sabtu, 29 Maret 2014

Teori-teori didalam Psikologi Pembelajaran Matematika

Diposting oleh Unknown di 00.36
Disusun oleh kelompok 2
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON 
Dosen pengampu : Widodo Winarso,M.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Pembelajaran merupakan suatu hal yang kompleks dan selalu berkaitan dengan berbagai bidang. Tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Pembelajaran merupakan sebuah kebutuhan yang nantinya dapat memberikan berbagai manfaat dan wawasan kepada pelajar. Dalam hal ini, pendidikan juga menuntut adanya pembelajaran untuk menunjang kegiatan pendidikan. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembelajaran merupakan hal yang penting dalam bidang pendidikan. Tentu saja dalam proses belajar terdapat teori-teori yang memunculkan adanya pembelajaran. Dari zaman dahulu, para ilmuwan terus mengembangkan teori-teori pembelajaran sebagai temuan mereka untuk mengembangkan pemikiran pembelajaran mereka.
   Era globalisasi telah membawa berbagai perubahan yang memunculkan adanya teori-teori pembelajaran yang baru guna menyempurnakan teori-teori yang telah ada sebelumnya. Akan tetapi, kita sebagai insan tak bisa bertolak dengan adanya teori pembelajaran yang telah ada sebelumnya. Adapun teori pembelajaran selalu bertolak dari sudut pandangan psikologi belajar tertentu.
   Dengan perkembangan psikologi dalam pendidikan, maka bermunculan pula berbagai teori tentang pembelajaran, justru dapat dikatakan bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan tentang pembelajaran, maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang sangat pesat. Dengan bermunculnya teori-teori yang baru akan menyempurnakan teori-teori yang sebelumnya. Berbagai teori pembelajaran dapat dikaji dan diambil manfaat dengan adanya teori tersebut. tentunya setiap teori pembelajaran memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan, tak jarang dalam setiap teori pembelajaran juga terdapat kritikan-kritikan untuk penyempurnaan teori tersebut. dalam hal ini, kelompok kami akan mengkaji beberapa teori-teori  belajar yang dikemukakan oleh Thorndike, Skinner, Au-Sambel, dan teori menurut Gigne dan bagaimana cara mengimplementasikan kedalam pembelajaran matematika.



B.   Rumusan Masalah
a.       Bagaimana teori Pembelajaran  menurut Teori Thorndike?
b.      Bagaimana teori Pembelajaran  menurut Teori Skinner?
c.       Bagaimana teori Pembelajaran  menurut Teori Au-Sumbel?
d.      Bagaimana teori Pembelajaran  menurut Teori  Gagne?
e.       Bagaimana teori-teori tersebut di Implementasikan dalam Pembelajaran Matematika?

C.   Tujuan
a.       Agar  kita bisa mengetahui teori  Pembelajaran menurut teori  Thorndike.
b.      Agar  kita bisa mengetahui teori Pembelajaran menurut teori  Skinner.
c.       Agar  kita bisa mengetahui teori Psikologi Pembelajaran menurut teori Au-Sumbel.
d.      Agar  kita bisa mengetahui teori Psikologi Pembelajaran menurut teori Gagne.
e.       Agar  kita bisa mengetahui cara  mengimplementasikan teori–teori tersebut  ke dalam Pembelajaran matematika.










BAB II
PEMBAHASAN
A.   Teori Pelaziman Operan: Thorndike
            Thorndike adalah orang yang mengemukakan teori konektionisme. Thorndike melakukan kajian yang menuntut reaksi perilaku dari subjek percobaannya. Percobaan yang dilakukan Thorndike ialah terhadap hewan (kucing) lapar yang ditempatkan dalam suatu kandang dan diperlihatkan adanya makanan di luar kandang itu. Apabila kucing itu melihat makanan, maka ia akan berusaha mencari jalan untuk keluar dari kandang agar mendapatkan makanan. Dalam usaha mencari jalan keluar, kucing menunjukkan sebuah perilaku yang pada suatu waktu ia menyentuh sebuah tombol yang menyebabakan pintu terbuka. Dalam kondisi yang sama, percobaan itu dilakukan berulang-ulang. Ternyata bahwa waktu yang diperlukan oleh kucing mulai dari melihat makanan sampai berhasil membuka pintu, terjadi penurunan mulai dari percobaan pertama, kedua, dan selanjutnya. Percobaan ini membuktikan bahwa apabila suatu tindak balas memberikan hasil yang memuaskan, maka tindak balas itu akan diulanginya kembali. Dalam hal ini ialah kucing menemukan tombol yang ternyata memberikan hasil memuaskan yaitu pintu terbuka dan mendapatkan makanan. Perbuatan itu dilakukan lagi karena memberikan hasil.
Percobaan Thorndike disebut sebagai instrumental conditioning atau pelaziman instrumental (alat) yang artinya bahwa suatu tindak balas itu pada dasarnya merupakan instrument atau alat untuk mencapai suatu tujuan. Dalam percobaan tersebut, perilaku membuka pintu kandang merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan (makanan). Dari percobaan Thorndike dibuktikan pula terjadinya pembentukan hubungan antara rangsangan dengan perilaku tertentu. Oleh karena itu, teori Thorndike ini disebut juga sebagai teori connectionism. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pembinaan hubungan antara rangsangan tertentu dengan perilaku tertentu. Semua pembelajaran dilakukan melalui suatu proses coba-salah (trial an error) di mana akan terjadi proses memilih dan mengaitkan rangsangan dengan tindak balas. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error yaitu: adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasi terhadap berbagai respon yang salah.
Dalam proses pembelajaran, motivasi, ganjaran, dan hukuman memegang peran yang penting. Motivasi mendorong individu untuk melakukan tindakan dalam mencoba tujuan (dalam percobaan Thorndike, lapar merupakan motivasi dan makanan merupakan tujuan). Sedangkan ganjaran memberikan penguatan bagi tindakan tertentu, dan hukuman akan mengurangi tindakan yang tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Ada tiga hukum pembelajaran dalam teori Thorndike ini, yaitu:
1.      hukum hasil (law of effect)
Hukum ini menyebutkan bahwa keadaan memuaskan menyusul respons memperkuat pautan antara stimulus dan tingkah laku. Sedangkan keadaan yang menjengkelkan memperlemah pautan itu. Thorndike kemudian memperbaiki hukum efek itu, sehingga hukuman tidak sama pengaruhnya dengan ganjaran dalam belajar.
2.      Hukum latihan (law of exercise)
Hukum ini menjelaskan keadaan seperti dikatakan pepatah “Latihan menjadi sempurna”. Dengan kata lain, pengalaman yang diulang-ulang akan memperbesar peluang timbulnya respons (tanggapan) yang benar. Akan tetapi pengulangan-pengulangan yang tidak disertai keadaan yang memuaskan tidak akan meningkatkan belajar.
3.      Hukum kesiapan (law of readiness)
Hukum ini melukiskan syarat-syarat yang menentukan keadaan yang disebut “memuaskan”, atau “menjengkelkan” itu. Secara singkat, pelaksanaan tindakan sebagai respons terhadap suatu impuls yang kuat menimbulkan kepuasan, sedangkan menghalang-halangi pelaksanaan tindakan atau memaksanya menimbulkan kejengkelan.
Dalam kaitan dengan pembelajaran dalam pendidikan, Thorndike menambahkan lima macam hukum pembelajaran lagi yang disebutnya sebagai hukum-hukum minor. Kelima hukum tersebut adalah:
Pertama, Hukum gerak tindak aneka (multiple response), yaitu hukum yang menyatakan bahwa dalam satu rangsangan dapat menghasilkan beraneka tindak balas. Contohnya keterampilan dalam main tenis, dapat menghasilkan bermacam-macam gerakan untuk menghadapi bola.
Kedua, hukum sikap atau keadaan awal (attitudes dispositions or state), yaitu yang menyatakan bahwa kondisi individu pada awal pembelajaran akan mempengaruhi proses pembelajaran. Misalnya keadaan sikap dan kesiapan untuk memulai pembelajaran, arahan untuk suatu aktivitas.
Ketiga, hukum kemampuan memilih hal-hal penting (partialor piecemeal activity of a situation), yaitu kemampuan seorang pelajar memilih hal-hal yang dianggap penting dari suatu keadaan dan bertindak sesuai dengan apa yang dianggap penting.
Keempat, hukum tindak balas melalui analogi (assimilation of response by analogy), yaitu kemampuan individu untuk menggunakan tindak balas dalam situasi yang baru dengan menggunakan tindak balas yang telah dimilikinya, dengan penyesuaian seperlunya. Misalnya, menggunakan keterampilan bermain badminton dalam bermain tenis.
Kelima, hukum perpindahan berkait (associative shifting), yaitu menggantikan atau melanjutkan suatu rangsangan, sehingga tindak balas bersesuaian dengan rangsangan baru. Misalnya, meneruskan kebiasaan memberikan bahan-bahan bacaan kepada anak agar ia selalu mau membaca dalam setiap kesempatan.
Jadi, menurut Thorndike dasar dari belajar tidak lain adalah asosiasi antara kesan panca indra dengan impuls untuk bertindak. Asosiasi ini dinamakan connecting. Sama maknanya dengan belajar adalah pembentukan hubungan yang erat bila sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antar stimulus dan respons itu akan menjadi terbiasa atau otomatis.
Terhadap teori konektionisme ini ada beberapa kelemahan dalam pelaksanaannya, yaitu:
a.       Belajar menurut teori ini bersifat mekanis
Apabila ada stimulus dengan sendirinya atau secara mekanis timbul respons. Kelemahannya anak didik banyak yang hafal bahan pelajaran, tetapi mereka kurang mengerti cara pemakaiannya. Tidak jarang anak didik hafal sejumlah rumus matematika, rumus-rumus bahasa asing, rumus-rumus fisika, dalil-dalil tertentu, tapi mereka kurang dapat menerapkannya. Ilmu yang seseoeang punya lebih dekat dengan istilah penumpukan ilmu yang bersifat kaku. Untuk menjawab soal-soal ulangan objektif tes seperti benar-salah (true false) atau multiple choice, ilmu pengetahuan yang bersifat mekanis (hafalan) akan lebih cocok dan mendukung untuk tes atau soal-soal tertentu.
b.      Pelajar bersifat teacher centered (terpusat pada guru)
Guru yang aktif dalam membelajarkan anak didik. Guru pemberi stimulus. Guru yang melatih dan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh anak didik.
c.       Anak didik pasif
Anak didik kurang terdorong untuk berpikir dan juga ia tidak ikut menentukan bahan  pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Anak didik lebih mengharapkan stimulus dari guru. Bila tidak ada stimulus, anak didik tidak kreatif dan aktif untuk belajar mandiri. Kemiskinan kreativitas anak didik inilah yag tidak sesuai dengan konsep belajar discovery-inquiry.
d.      Teori ini lebih mengutamakan materi
Materi cenderung dijejalkan sebanyak-banyaknya ke dalam otak anak didik (cara-cara pendidikan tradisional) dengan harapan anak didik banyak mempunyai pengetahuan. Pola belajar seperti ini cenderung menjadi intelektualistik.












B.   Teori Pelaziman Operan: Skinner
Asumsi dasar teori skinner adalah bahwa perubahan perilaku itu adalah fungsi daripada kondisi dan peristiwa lingkungan. Skinner berpendapat bahwa terjadinya tidak balas (respons) individu tidak hanya terjadi karena adanya rangsangan dari lingkungan, akan tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu dilingkungan yang tidak diketahui atau tidak disadari.
Pembelajaran menurut teori ini adalah perubahan suatu tindak balas yang dikehendaki. Proses pembelajaran akan menghasilkan tindak balas yang baru. Yang lebih penting dalam perwujudan suatu perilaku ialah bukan rangsangannya, akan tetapi bagaimana individu memberikan tindak balas terhadap rangsangan itu. Bila suatu tindak balas memberikan kepuasan, maka tindak balas itu akan mendapat peneguhan positif yang memungkinan tindak balas itu makin kuat dan meningkat. Sebaliknya, suatu tindak balas itu memberikan hasil tidak memuaskan, maka akan terjadi peneguhan yang negatif, sehingga mengurangi atau menghilangkan tindak balas tadi.
Dalam teori Skinner ini, prinsip peneguhan (reinforcement) memegang peran yang penting daalam mewujudkan tindak balas baru. Peneguhan diartikan sebagai suatu konsekuensi perilaku yang memperkuat perilaku tertentu. Ada dua macam peneguhan, yaitu peneguhan positif dan peneguhan negatif. Peneguhan positif  ialah sesuatu rangsangan yang makin memperkuat atau mendorong suatu tindak balas. Misalnya suatu pujian atau hadiah kepada anak yang telah memperoleh nilai tinggi, dapat disebut peneguhan positif karena hadiah itu memperkuat anak untuk terus meningkatkan tindak balas yaitu belajar lebih giat. Peneguhan negatif ialah peneguhan yang mendorong individu untuk menghindari suatu tindak balas tertentu yang tidak memuaskan. Misalnya seorang anak memperoleh hukuman dari gurunya karena melakukan kesalahan di dalam kelas. Hukuman ini merupakan peneguhan negatif  karena mendorong anak itu untuk tidak melakukan lagi kesalahan di dalam kelas. Di samping itu, dibedakan pula anatara peneguhan primer (primary reinforcement) dan peneguhan sekunder (secondary reinforcement). Peneguhan primer (primary reinforcement) ialah peneguhan yang dapat memperkuat suatu tindak balas atau perilaku tanpa harus dipelajari atau dilatih dan sangat esensial bagi kelangsungan hidup. Contoh peneguhan primer misalnya makanan, minuman, rehat, hubungan sosial, dsb. Peneguhan sekunder (secondary reinforcement) ialah peneguhan yang terwujud karena pelaziman. Misalnya adanya suara musik tertentu, dsb. dapat meneguhkan suatu tindak balas.
Teori skinner ini banyak diterapkan dalam bidang pendidikan formal terutama dalam metode dan teknologi pengajaran. Memilih rangsangan dan memberikan peneguhan adalah merupakan unsur utama dalam pengajaran. Dalam pengajaran di dalam kelas, unsur pelajar perlu mendapat perhatian, terutama dalam aspek perbedaan individual, kesiapan untuk pembelajaran, dan motivasi. Dalam proses pembelajaran perlu diperhatikan masalah pemindahan pembelajaran (transfer of learning), pembelajaran kecakapan “bagaimana belajar”, dan penyelesaian masalah. Aspek lain yang perlu dikembangkan adalah peneguhan sosial, yaitu lingkungan sosial yang dapat meneguhkan perilaku pembelajaran misalnya aktivitas kelompok, teman sebaya, dukungan masyarakat, dsb.
Dalam mengembangkan suasana kelas yang positif, teori Skinner menyarankan peringkat-peringkat sebagai berikut:
(1)  menganalisis keadaan lingkungan kelas
(2)  mengembangkan hal-hal yang dapat menjadi peneguhan positif
(3)  memilih perilaku-perilaku pembelajaran yang akan diterapkan dalam kelas
(4) menerapkan perilaku pembelajaran, dengan memberikan pengendalian untuk
mencatat dan menyesuaikan kalau di perlukan.
Tokoh-tokoh lain yang juga mengembangkan teori pembelajaran dalam kelompok teori pelaziman operan ialah Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan, dan Albert Bandura & Walters dengan teori pembelajaran melalui tiruan. Menurut miller dan Dollard, ada empat unsur pokok dalam proses pembelajaran, yaitu dorongan, isyarat, tindak balas, dan ganjaran. Untuk memperoleh hasil pembelajaran yang sebaik-baiknya, keempat unsur itu harus diwujudkan secara tepat. Menurut Albert Bandura & Walters, pembelajaran dapat dilakukan melalui proses peniruan. Dalam perkembangan selanjutnya, teori Bandura juga disebut sebagai teori Sosial-Kognitif.
Skinner (1904-1990) melakukan eksperimen terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.      Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2.      Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning (Ahmad Sudrajat, 2009).
Skinner menganggap penghargaan (reward) dan (reinforcement) merupakan factor penting dalam belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal, mengontrol tingkah laku. Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut  dengan operant conditioning. Operant conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operant yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang sesuai keinginan.
Operant conditing menjamin respon terhadap stimuli. Bila tidak menunjukkan stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam proses belajar sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.
Prinsip belajar Skinner adalah :
a)      Hasil belajar harus segera deberitahukan kepada siswa jika salah dibetulkan jika benar diberi penguat.
b)      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sebagai sistem modul.
c)      Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman.
d)     Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaliknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforce.
e)      Dalam pembelajaran digunakan shapping.
C.   Teori David Ausubel
Ausubel terkenal dengan belajar bermaknanya dan penting adanya pengulangan sebelum pelajaran dimulai (Advance Organizer). Ausubel membedakan belajar menerima dengan belajar menemukan. Pada belajar menerima bentuk akhir dari yang diajarkan itu diberikan sedangkan pada belajar menemukan, bentuk akhir itu harus dicari siswa. misalnya, bila kita mengajarkan rumus akar persamaan kuadrat, pada belajar menerima rumus akar persamaan kuadrat itu diberitahukan. Sedangkan pada belajar menemukan rumus itu harus ditemukan siswa.
            Selain itu ia membedakan belajar menghafal dengan belajar bermakna. Belajar  mengahafal ia  belajar melalui menghafalkan apa yang sudah diperoleh, sedangkan belajar bermakna ialah belajar yang untuk memahami apa yang sudah diperolehnya itu lebih mengerti. Misalnya siswa belajar perkalian fakta dasar,   misalnya, bisa dengan jalan menghafal. Tetapi ia bisa juga  mengaitkan  itu dengan sebuah jajaran yang terdiri  dari 5 baris  dan 6 kolom sehingga ia mengerti arti dari    itu.
            Sewakatu menemukan metode dianggap sebagai suatu metode mengajar yang baik, disebabkan karena dengan cara itu siswa belajar dengan bermakna, dan sebaliknya metode ceramah  (belajar menerima) tidak, Ausubel menentang pendapat itu. Ia mengatakan bahwa baik belajar menemukan maupun belajar menerima  (dengan metode eksipositori), kedua-duanya dapat menjadi belajar  menghafal atau belajar bermakna.
Praktek Ausubel: Expository Teaching
1.      Kebanyakan ahli pisikologi kognitif memilih bentuk discovery learning, tetapi para behaviorist memilih fiuded learning atau expository taching.namaun sementara itu ausubel seorang pisikologis kognitif memilih  ekspository teaching, ia mengemukakan, jika exspository teaching  itu dapat diorganisasi dan disajikan secara baik akan dapat menghasilkan pengertian dan resensi  yang baik pula, sama halnya dengan dicovery learning.
singkatanya, baik  metode discovery maupun reception/expository,keduanya dapat diusahakan menjadi kermakna, atau menjadi hafalan (rote learning).
yang perlu di perhatikan guru ialag strategi mengajarnya.sebagai contoh pelajaran berhitung bisa menjadi rote learning bila mu rid hanya disuruh mengahfal formula-formula tanpa mengetahui arti formula-formula itu. Sebaliknya bisa bermakna bila murid diajar sehingga tahu arti dan fungsi dari formula-formula tersebut.
Dalam hal ini bukan berarti Ausubel menolak discovery learning. Dia berpendapat bahwa discovery lebih cocok bila diterapkan pada murid tingkat perkembangan kognitif konkret. Tetapi bila murid telah  mencapai tingkat kognitif formal dapat dipakai  metode reception.
2.      Ausubel menolak  pernyataan Burner yang menyatakan bahwa discovery learning itu dapat menghasilkan suatu integrasi di dalam penggunaan pengetahuan yang lebih teratur.
Untuk itu menyatakan:
a.       Kecakapan memecahkan problem tidak dapat di transferkan kepada situasi lain, tetapi dibatasi oleh konteks di mana hal itu dipelajari dan bahan itu untuk mana dipraktekan,
b.      Terhadap “struktur“ bukan keunikan dari pada discovery learning, tetapai karena ada suatu prioritas  utama dari reception learning.
c.       Pendekatan belajar dengan discovery tidak dapat disatukan dengan motivasi intrinsik.murid dapat secara mudah diatur oleh guru yang dinamis, yang mengetahui bagaimana menyusun bahan dan menghubungkan bahan itu dengan minat murid.
3.      Ausubel memberikan penjelasan bagaimana bisa terjadi belajar secara hafalan dan belajar yang bermakna.
Terjadi rote learning bila anak-anak tidak dapat menghubungkan informasi yang diterima dengan struktur kognitifnya.akibatnya anak-anak lekas lupa.kecakapan untuk menghubungkan informasi baru dengan pengertian-pengertian yang telah dimiliki adalah penting.struktur kognitif merupakan dasar untuk dapat menghubungkan informasi-informasi baru secara teratur. Jika murid mencoba  mencari kejelasan bahwa pelajar, harus belajar yang bermakna. Strategi  mengajar yang baik akan mencegah terjadinya rote learning yaitu dengan cara meminta murid  untuk dapat mengatakan ide-ide baru menurut cara atau kata-kata mereka sendiri,dan memaksanya untuk menentukan inti daripada pengetahuan atau informasi baru itu.beberapa prosedur untuk belajar  secara bermakna :
a.       Menggunakan advance oragnizes yaitu disajikan dalam tingkat observasi yang lebih tinggi. Guru menyajikan bahan dalam sub-sub konsep yang dapat membantu siswa dalam menggolong-golongkan bahan baru itu kondisi belajar menjadi bermakna bila si pelajar mempunyai ide yang relevan dalam struktur kognitifnya dengan bahan baru itu. Lupa bisa terjadi karena ada interfensi dengan hal-hal yang telah dipelajari atau dengan bahan baru yang telah dipelajari itu.
Prosedur tersebut dapat juga dijalankan dengan membagi academic subject kedalam konsep-konsep sub konsep yang disusun secara hirerarchial. Atau melalui proses diferensiasi yang progresif. Dari yang sederhana ke hal yang kompleks.
b.      Dengan intergrative reconselation yaitu ide baru diintegrasikan dengan ide yang telah diplajari sebelumnya. Tetapi prosedur ini ada kekurangannya, yaitu :
1.      Dosen atau authors banyak menggunakan istilah terhadap konsep yang sama, hasilnya akan menjadi rote learning.
2.      Murid yang tidak dapat melihat hubungan yang penting didalam bahan itu ia akan gagal mengerti dan memahami isi pelajaran.
3.      Bisa terjadi murid menghubungkan bahan baru dengan bahan lain yang sebetulnya tidak relevan.
Faktor - faktor yang Mempengaruhi Belajar Bermakna
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel (1963), ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu.
Prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut:
1.      Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial
2.      Anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna
Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam belajar bermakna. Banyak siswa mengikuti pelejarn – pelajaran yang kelihatannya tidak relevan dengan kebutuhan mereka pada saat itu.
Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada dua faktor :
1.      Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis
2.      Gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Materi yang memiliki kebermaknaan logis merupakan materi yang nonarbitrer (materi yang konsisten dengan apa yang telah diketahui) dan substantif ( materi itu dapat dinyatakan dalam berbagai cara tanpa mengubah arti.

Kelebihan dari belajar menurut teori Ausubel
Menurut Ausubel dan juga Novak (1997), ada tiga kebaikan dari belajar bermakna,yaitu:
1.      Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.
2.      Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsume-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
3.      Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek residual pada  subsume, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.

Prinsip dan Karakteristik belajar Menurut Ausubel
1.  Belajar Bermakna
Inti dari teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna (Ausubel, 1996). Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Peristiwa psikologi tentang belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang. Jadi, dalam belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsume-subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif.
2.  Belajar Hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan atau subsumer-subsumer relevan, maka informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila tidak dilakukan usaha untuk mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan.






D.   Teori Pemrosesan Informasi: Robert Gagne
Teori Pembelajaran yang dikemukan oleh Robert Gagne disebut dengan “teori pemrosesan informasi” (information processing theory), dan “teori kondisi-kondisi pembelajaran” (conditions of learning).
Dalam masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi, yaitu :
a.       Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi daalm pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingakah laku.
b.      Belajar adalah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
Asumsi yang mendasari teori Gagne adalah  pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pada pembelajaran. Hasil pembelajaran manusia pada dasarnya bersifat kumulatif, yang berarti bahwa hasil pembelajaran yang dicapai individu adalah merupakan kumpulan keseluruhan hasil-hasil pembelajaran sebelumnya yang saling terkait. Gagne berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil pembelajaran. Dalam pemrosesan informasi itu terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal ialah (1) keadaan di dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil pembelajaran, dan (2) proses kognitif yang terjadi dari dalam individu selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan kondisi eksternal ialah berbagai rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Interaksi antara kondisi internal dan kondisi eksternal menghasilkan hasil pembelajaran.
Menurut teori Gagne, hasil pembelajaran merupakan keluaran dari pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia (human capabilities) yang terdiri atas:
(1)   Informasi verbal
Informasi verbal ialah hasil pembelajaran yang berupa informasi yang dinyatakan dalam bentuk verbal (kata-kata atau kalimat). Orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis, menggambar, dalam hal ini dapat dimengerti bahwa untuk mengatakan sesuatu itu perlu intelegensi.
(2)   Kecakapan intelektual
Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar menggunakan simbol-simbol. Kemampuan belajar dengan cara inilah yang disebut “kemampuan intelektual”. Misalnya, penggunaan simbol-simbol dalam matematik, seperti penambahan, pembagian, perkalian, dsb.
(3)   Strategi kognitif
Strategi kognitif  ialah kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dalam mengelola (management) keseluruhan aktivitasnya. Dalam proses pembelajaran, strategi kognitif ini merupakan kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara
Berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kalau kecakapan intelektual lebih banyak terarah kepada hasil pembelajaran, maka strategi kognitif lebih banyak terarah kepada proses pemikiran pelajar. Strategi kognitif ini memberikan kemudahan bagi pelajaar untuk memilih informasi verbal dan kecakapan intelektual yang sesuai untuk diterapkan selama proses pembelajaran dan berfikir.
(4)   Sikap
Sikap ialah hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih berbagai tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap dapat diartikan sebagai keadaan di dalam diri individu yang akan memberi arah kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu objek atau rangsangan. Dalam sikap terdapat pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran, dan kesiapan untuk bertindak.
(5)   Kecakapan motorik
Kecakapan motorik ialah hasil pembelajaran yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik. Misalnya melempar bola, main tenis, mengemudi mobil, mengetik huruf, dan sebagainya.
Peringkat proses pembelajaran menurut teori Gagne terjadi melalui delapan fase, yaitu fase:
(1)   Motivasi
Fase motivasi ialah fase awal individu memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam fase ini, individu didorong untuk mengubah perilakunya agar mencapai apa yang dikehendaki. Proses yang terjadi daalm fase ini ialah proses ekspektasi (pengharapan), yaitu individu memperkirakan hal-hal yang diharapkan akan dicapai atau diperoleh pada akhir pembelajaran.



(2)   Pemahaman
Fase pemahaman ialah fase dimana individu menerima dan memahami rangsangan yang berupa informasi, yang diperoleh dalam pembelajaran. Dalam fase ini terjadi proses pemberian perhatian oleh pelajar. Perhatian ialah berupa peningkatan aktivitas terhadap suatu rangsangan yang dirasakan lebih berkenaan dengan keadaan dirinya. Apabila individu melakukan pembelajaran dengan perhatian, maka informasi yang diterima akan diterima secara lebih baik.
(3)   Pemerolehan
Fase pemerolehan ialah fase di mana individu mempersepsi atau memberikan makna kepada segala informasi yang sampai pada dirinya. Dalam fase ini terjadi proses simpanan awal atau menyimpan hasil pembelajaran pada peringkat awal (short term memory). Untuk memudahkan penyimpanan, biasanya informasi-informasi yang diterima diatur dalam kode-kode tertentu.
(4)   Penahanan
Fase penahanan ialah fase untuk menahan hasil pembelajaran, yaitu informasi agar dapat dipakai untuk jangka panjang. Dalam fase ini terjadi proses mengingat atau menyimpan informasi untuk jangka panjang (long term memory). Dengan proses ini maka hasil pembelajaran dapat digunakan sewaktu-waktu bila diperlukan.
(5)   Ingatan kembal
Fase ingatan kembali ialah fase untuk mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan. Pengeluaran ini terjadi apabila ada rangsangan untuk mengeluarkannya. Misalnya pertanyaan dalam ujian merupakan rangsangan untuk mengeluarkan informasi yang telah disimpan beberapa waktu yang lalu. Dalam fase ini terjadi proses mencari, yaitu informasi-informasi mana yang perlu dikeluarkan dari tempat penyimpanan sesuai dengan permintaan rangsangan.
(6)   Generalisasi
Fase generalisasi yaitu fase dimana individu akan menggunakan hasil pembelajaran yang telah dimiliki untuk suatu keperluan tertentu. Fase ini terjadi apabila individu menghadapi suatu situasi atau rangsangan yang memerlukan informasi-informasi yang telah dimilki. Dalam fase ini terjadi proses pemindahan (transfer), yaitu memindahkan suatu hasil pembelajaran dari keadaan khusus ke keadaan yang umum. Misalnya menggunakan pengetahuan tentang psikologi pembelajaran dalam melakukan pengajaran disekolah.
(7)   Perlakuan
Fase perlakuan ialah perwujudan perubahan perilaku individu sebagai hasil pembelajaran. Dalam fase ini individu akan menunjukkan perilaku-perilaku yang baru sebagai hasil pembelajarannya. Proses yang terjadi dalam fase ini ialah adanya tindak balas yang berupa perilaku dalam menghadapi rangsangan di lingkungan.
(8)   Umpan balik
Fase umpan balik ialah fase di mana individu memperoleh umpan balik (feed back) dari perilaku yang telah dilakukannya. Dengan perilaku yang ditunjukkan sebagai hasil pembelajaran, mungkin individu akan memperoleh sesuatu yang menyenangkan atau yang kurang menyenangkan. Proses yang terjadi adalah adanya peneguhan terhadap perilakunya. Bila perilakunya memberikan kepuasan, maka akan diperkuat (peneguhan positif), dan sebaliknya apabila perilakunya memberikan umpan balik yang kurang memuaskan, maka akan dikurangi (peneguhan negatif).
Dengan merujuk kepada teori-teori pembelajaran sebelumnya (behaviorisme, kognitif, gestalt), selanjutnya Gagne mengemukakan ada delapan jenis bentuk pembelajaran , yaitu: (1) pembelajaran melalui isyarat, (2) pembelajaran melalui rangsangan, (3) pembelajaran perantaian, (4) pembelajaran perkaitan verbal, (5) pembelajaran membeda-bedakan, (6) pembelajaran konsep, (7) pembelajaran menurut hukum,  dan (8) pembelajaran penyelesaian masalah.
Dalam kaitan pembelajaran di ruang kelas, Gagne mengemukakan ada Sembilan langkah pengajaran yang perlu diperhatikan oleh guru. Langkah-langkah tersebut adalah:
1.      Melakukan tindakan untuk menarik perhatian siswa
2.      Memberikan informasi kepada siswa mengenai tujuan pengajaran dan topik-topik yang akan dibahas
3.      Merangsang siswa untuk memulai aktivitas pembelajaran
4.      Menyampaikan isi pelajaran yang dibahas sesuai dengan topik yang telah ditetapkan
5.      Memberikan bimbingan bagi aktivitas siswa dalam pembelajaran
6.      Memberikan peneguhan kepada perilaku pembelajaran siswa
7.      Memberikan umpan balik terhadap perilaku yang ditunjukkan siswa
8.      Melaksanakan penilaian proses dan hasil pembelajaran
9.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengingat dan menggunakan hasil pembelajaran
























E.   Implementasi dari Teori-teori dalam Pembelajaran
1.      Implementasi Pembelajaran menurut teori Thorndike
Menurut Thorndike praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah. Praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang telah diajarkan. Mengajar yang baik adalah : tahu apa yang hendak diajarkan, artinya tahu materi apa yang akan diberikan, respons apa yang akan diharapkan, dan kapan harus memberi ”hadiah”, serta pentingnya tujuan pendidikan.
Ada beberapa aturan yang dibuat oleh Thorndike berkenaan dengan pembelajaran:
1.      Perhatikan situasi murid.
2.      Perhatikan respons apa yang diharapkan dan situasi tersebut.
3.      Ciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja, jangan mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya.
4.      Situasi-situasi lain yang sama jangan diindahkan sekiranya dapat memutuskan hubungan tersebut.
5.      Bila hendak menciptakan hubungan tertentu jangan membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis.
6.      Buat hubungan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat perbuatan nyata.
7.      Ciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses pendidikan di sekolah, antara lain:
1. Sesuai dengan teorinya, sekolah harus mempunyai tujuan-tujuan pendidikan yang dirumuskan dengan jelas. Tujuan pendidikan harus sesuai dengan kemampuan siswa.
2. Bahan pembelajaran harus terbagi-bagi menurut. unit-unit, sehingga guru dapat memanipulasi menurut bermacam-macam situasi. Misalnya situasi menyenangkan, tidak menyenangkan dan lain-lain.
3. Proses belajar harus bertahap, dimulai dari yang sederhana sampai kepada yang kompleks.
4. Motivasi tidak perlu ditimbulkan kecuali dalam hubungan menentukan ’apa yang menyenangkan bagi siswa’, oleh karena ” tingkah laku ditentukan oleh ”ekternal reward” dan bukan oleh ”intrinsic motivation”.
5. Tekanan pendidikan adalah perhatian pada pelaksanaan respon-respon yang benar terhadap stimulus.
6. Respon-respon yang salah harus segera diperbaiki agar tidak diperkuat melalui pengulangan.
7. Ujian-ujian yang teratur perlu dilakukan karena dapat merupakan umpan balik bagi guru apakah proses belajar sesuai dengan tujuan.
8. Bila siswa belajar baik, segera diberi hadiah, bila siswa berbuat salah harus segera ditegur/diperbaiki.
9. Buat situasi belajar mirip dengan kehidupan nyata sebanyak mungkin, sehingga dapat terjadi transfer dari kelas ke lingkungan kehidupan nyata.
10. Memberi masalah yang sulit kepada siswa tidak akan meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
11. Pendidikan yang baik adalah memberikan pelajaran di sekolah yang dapat digunakan di luar sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari.

2.       Implementasi Pembelajaran menurut teori Skinner
Penarapan teori tingkah laku (Skinner) dalam pengajaran itu, misalnya demikian. Siswa akan mau belajar atau mengerjakan sesuatu karena adanya daya tarik nya, yaitu nilai baik (hadiah) bila siswa itu berhasil belajar atau pelajarannya menarik. Setelah belajar beberapa saat siswa dirangsang dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilanjutkan dengan disertakannya jawaban dari setiap pertanyaan itu; bila jawaban siswa benar ia mendapat hadiah ( paling tidak kepuasan), bila salah ia mendapat hukuman (paling tidak kekecewaan). Kegiatan Tanya jawab (Stimulus-Respons) ini dilanjutkan dengan kegiatan belajar untuk penguatan, yaitu kegiatan yang dapat menguatkan pemahaman siswa mengenai apa yang baru saja dipelajari.



3.      Implementasi Pembelajaran menurut teori Au-Subel
a)      Langkah-langkah Pembelajaran
Sebelum dimulainya suatu proses belajar, maka penting untuk memperhatikan apa-apa saja yang telah diketahui siswa, sebab ini merupakan faktor dalam mempengaruhi keberhasilan belajar. Untuk itu perlu dibuat langkah-langkah pembelajaran agar tidak terjadi kerancuan dalam kegiatan belajar. Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran menurut teori Ausubel:
1.      Menentukan tujuan pembelajaran.
2.      Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awwal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya)
3.      Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
4.      Menentukan topik-topik dan menampilkanya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa.
5.      Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
6.      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

b)      Kegiatan Pembelajaran
            Hakikat belajar merupakan suatu aktivitas yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi, perceptual, dan proses internal. Berikut merupakan bentuk kegiatan kegiatan pembelajaran:
1.      Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya.
2.      Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3.      Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.      Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si pelajar.
5.      Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dan sederhana ke kompleks.
6.      Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal.
7.      Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.

4.      Implementasi Pembelajaran menurut teori Gagne
Implimentasi Teori Gagne dalam Pembelajaran
1.      Mengontrol perhatian siswa.
2.      Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru.
3.      Merangsang dan mengingatkan kembali  kemampuan-kemampuan siswa.
4.      Penyajian stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
5.      Memberikan bimbingan belajar.
6.      Memberikan umpan balik.
7.      Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah dicapainya.
8.      Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
9.      Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan yang baru diberikan.

5.      Implementasi Teori Belajar Mengajar untuk Pengajaran Matematika Masa Kini
Bila kita telusuri  teori belajar mengajar yang pernah di terapkan dalam pengajaran matematika sejak permulaan abad 20 itu adalah : teori disiplin mental yang mengutamakan kepada latihan  dengan pelajaran yang sukar-sukar, aliran pengantian dari thorndike dengan kurikulumnya yang berorientasi kepada latihan hafal  aliran “gestalt “ dengan tokohnya browneel yang mengutamakan kepada pengertian aliran tingkah laku dengan tokoh utamanya  skinner dan gagne yang mengutamakannya kepada pembentukan dan penelian tingkah laku yang nampak dan aliran pisikologi perkembangan dengan pelopor utamanya piaget dan burner yang falsafah pendidikannya mengutamakan kepada menyadarkan siswa untuk mau belajar, belajar melalaui penemuan, dan semacamnya.
Pengajaran matematika, terutama yang sedang berjalan, tidak akan lepas pengaruhnya dari pemilihan strategi belajar mengajar. Sebab, strategi belajar mengajar untuk pengajaran matematika atau berhitung tradisional yang mengutamakan kepada hafalan, ketrampilan menghitung, kecepatan, hasil akhir dan wawasannya sempit itu berbeda dengan  strategi belajar mengajar pengajaran matematika modern yang mengutamakan pada pengertian, penemuan, proses, keakuratan, dan wawasannya luas. Begitu pula kedua macam strategi belajar mengajar itu akan berbeda dengan strategi belajar mengajar pengajaran matematika model lain, misalnya pengajaran matematika yang sasaran utamanya adalah pemecahan masalah.
Di Indonesia penerapan teori belajar mengajar itu adalah demikian. pada berhitung teori matematika tradisional teori belajar-mengajar yang dipakai adalah aliran pengaitan dan Thorndike. Sedangkan pada masa penanggalan matematika modern yang berlaku itu ada dua macam : Aliran psikologi perkembangan dan Aliran tingkah laku. Pada pengajaran matematika modern itu yang berlaku itu seharusnya dalah aliran psikologi perkembangan dan memang demikianlah penyajian materi (isi) dalam buku-buku pelajaran matematika.















BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Dari berbagai uraian yang telah disampaikan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa menurut pandangan Thorndike bahwa belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan / tindakan.
Dari uraian tentang teori belajar sosial, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikat antara lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses-proses kognitif belajar.
2.      Komponen-komponen belajar terdiri dari tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi terhadap model dan proses-proses kognitif pembelajar.
3.      Hasil belajar berupa kode-kode visual dan verbal yang mungkin dapat dimunculkan kembali atau tidak (retrievel).
4.      Dalam perencanaan pembelajaran skill yang kompleks, disamping pembelajaran-pembelajaran komponen-komponen skill itu sendiri, perlu ditumbuhkan “sense of efficacy” dan self regulatory” pembelajar.
5.      Dalam proses pembelajaran, pembelajar sebaiknya diberi kesempatan yang cukup untuk latihan secara mental sebelum latihan fisik, dan “reinforcement” dan hindari punishment yang tidak perlu.
6.      Pada intinya dapat disimpulkan bahwa dalam teori Vygotsky mengandung banyak unsur psikologi pendidikan, khususnya pokok bahasan pendidikan dan budaya. Jika dalam teori Vygotsky anak perlu berinteraksi dengan budaya. Maka dalam filsafat pendidikan pun dapat kita temukan bahwa bahasa, sebagai hasil budaya juga menjadi sangat sentral bagi berkembangnya kognitif. Bahasa menjadi alat transfer ilmu. Beberapa konsep dalam psikologi pendidikan juga selaras dengan teori pengembangan kognitif Vygotsky. Psikologi pendidikan telah memberikan landasan filosofis bagi teori-teori pengembangan intelektual.
7.      Teori belajar operan kondisioning  Skinner memberi banyak kontribusi untuk praktik pengajaran. Konsekuensi penguatan dan hukuman adalah bagian dari kehidupan dan murid. Jika dipakai secara efektif, pandangan teori ini akan mendapat membantu para guru dalam pengelolaan kelas. Demikian pula prinsip-prinsip dan hukum-hukum belajar yang tertuang dalam teori ini akan membantu guru dalam menggunakan pendekatan pengajaran yang cocok untuk mencapai hasil belajar dan perubahan tingkah laku yang positif bagi anak didik.
8.      Kritik terhadap teori pengkondisian operan Skinner adalah seluruh pendekatan itu terlalu banyak menekankan pada control eksternal atas perilaku murid. Teori ini berpandangan bahwa strategi yang lebih baik adalah membantu murid belajar mengontrol perilaku mereka sendiri dan menjadi termotivasi secara internal. Beberapa kritikus mengatakan bahwa bukan ganjaran dan hukuman yang akan mengubah perilaku, namun keyakinan atau ekspektasi bahwa perbuatan tertentu akan diberi ganjaran atau hukuman. atau dengan kata lain teori behaviorisme tidak memberi cukup perhatian pada proses kognitif dalam proses belajar.

B.   Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa  makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu demi pemahaman kita bersama, mari kita membaca dari buku-buku lain yang bisa menambah ilmu dan pengetahuan kita tentang teori-teori di dalam psikologi pembelajaran beserta implementasinya dalam pembelajaran matematika dan penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun, dari Dosen Pembimbing dan para pembaca agar berikutnya makalah ini bisa lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu, Widodo Supriyono. Psikologi belajar.  Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Boeree, George. Sejarah Psikologi. Jakarta: Prima Shopie, 2005.
Djamarah, Syaiful Bahri. PsikologiBelajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Iskandar. Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru. Jakarta: Referensi, 2012.
Ruseffendi, E.T. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam
Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito, 1991.
Surya, Mohamad. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
2004.                     





0 komentar:

Posting Komentar

 

shandy tiara Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review