BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Profesionalisme menjadi tuntutan setiap
pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari-hari menangani siswa yang memiliki
berbagai karakteristik yang masing-masing tidak sama. Pekerjaan sebagai guru
menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya,
sedangkan kemampuan dirinya mengalami stagnasi. Dengan demikian, seorang guru
harus tetap berusaha mengembangkan dan mengaktualkan dirinya sehingga mampu
membimbing anak didiknya untuk mengembangkan diri mereka.
Peningkatan
profesionalisme dalam pendidikan dan pengajaran dalam hal ini para guru, banyak
ditentukan oleh sikap para guru tersebut terhadap profesi guru itu sendiri.
Tanpa sikap yang positif terhadap profesi yang digelutinya, mustahil mereka mau
bertindak secara profesional. Persoalan sikap ini sangat menentukan karena
sikap berhubungan secara positif dengan kinerja dan pada akhirnya sangat
berpengaruh pada hasil pendidikan itu sendiri. Itulah sebabnya, masalah sikap
guru terhadap profesinya perlu dikaji secar mendetail.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah pengertian dari sikap
profesional keguruan ?
1.2.2
Apa sajakah sasaran sikap profesional keguruan?
1.2.3
Bagaimanakah pengembangan sikap profesional keguruan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah:
1.3.1
Untuk mengetahui pengertian dari sikap profesional keguruan.
1.3.2
Untuk mengetahui sasaran penyikapan dari profesional keguruan.
1.3.3
Untuk mengetahui pengembangan sikap profesional keguruan.
BAB II
SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN
A.
Pengertian
Sikap Profesional Keguruan
Menurut
Walgito, sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang
terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan
atau suatu objek, sedangkan Berkowitz mendefinisikan “sikap seseorang pada
suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah respon atau
kecenderungan untuk bereaksi”. Sebagai reaksi, maka sikap selalu berhubungan
dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike),
menurut dan melaksanakan atau menghindari sesuatu.
Menurut Asmani
(2009:46-47) profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi.
Guru sebagai suatu
profesi dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1 ayat (1) tentang guru
dan dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Guru yang memenuhi standar adalah guru yang memenuhi
kualifikasi yang dipersyaratkan dan memahami benar apa yang harus dilakukan,
baik ketika di dalam maupun di luar kelas.
Menrut UU Sisdiknas
(Sistem Pendidikan Nasional) 2003, UU RI No.20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2
menyebutkan “pendidik merupakan tenagan profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
Guru pofesional adalah guru yang
memiliki keahlian, keterampilan, dan kemampuan sebagaimana filosofi dari
Ki Hajar Dewantara “ tut wuri handayani, ing garso sung tolodo, ing madyo
mangun karso”. Guru tidak cukup dengan menguasai materi pelajaran akan tetapi
mengayomi murid, menjadi contoh atau teladan bagi murid serta selalu mendorong
murid untuk lebih baik dan maju. Guru profesional selalu mengembangkan dirinya
terhadap pengetahuan dan mendalami keahliannya, kemudian guru profesional rajin
membaca untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak.
Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar (2001 : 118),
guru profesional harus memiliki persyaratan, yang meliputi :
1.
Memiliki
bakat sebagai guru.
2.
Memiliki
keahlian sebagai guru.
3.
Memiliki
keahlian yang baik dan terintegrasi.
4.
Memiliki
mental yang sehat.
5.
Berbadab
sehat.
6.
Memilki
pengalaman dan pengetahuan yang luas.
7.
Guru
adalah manusia berjiwa Pancasila.
8.
Guru
adalah seorang warga negara yang baik.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan, guru yang profesional
adalah guru yang kompeten menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan
tinggi. Untuk memahami beratnya profesi guru karena harus memiliki keahlian
ganda berupa keahlian dalam bidang pendidikan dan keahlian dalam bidang studi
yang diajarkan, maka Kellough
mengemukakan profesionalisme guru antara lain sebagai berikut.
1. Menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkan.
2. Guru merupakan anggota aktif organisasi profesi guru, membaca jurnal
profesional, melakukan dialog sesama guru, mengembangkan kemahiran metodologi,
membina siswa dan materi pelajaran.
3. Memahami proses belajar dalam arti siswa memahami tujuan belajar,
harapan-harapan, dan prosedur yang terjadi di kelas.
4. Mengetahui cara dan tempat memperoleh pengetahuan.
5. Melaksanakan perilaku sesuai sesuai model yang diinginkan di depan kelas.
6. Memiliki sikap terbuka terhadap perubahan, berani mengambil resiko, dan
siap bertanggung jawab.
7. Mengorganisasikan kelas dan merencanakan pembelajaran secara cermat.
Guru sebagai tenaga profesional bukan saja melakukan tugas pembelajaran
dalam ruang mikro akan tetapi juga dalam ruang lingkup makro, yaitu :
melaksanakan amanah bangsa Indonesia, menjalankan fungsi pendidikan,
sebagaimana Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, bab II, pasal 3, “Mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa.
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di
masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi
panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat akan melihat
bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang
patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya,
meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongna kepada anak didiknya,
bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul dengan siswa,
teman-temannya serta anggota masyarakat, sering jadi perhatian masyarakat luas.
B.
SASARAN
SIKAP PROFESIONAL
Guru sebagai tenaga profesional tidak hanya dituntut memiliki
kemampuan mengajar dan mendidik sekolah siswa saja, akan tetapi sebagai tenaga
profesional seorang guru harus memiliki sikap yang dapat membantu dalam
pengembangan karirnya, sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Kode Etik Guru
Indonesia. Sikap dimaksud adalah sikap terhadap Peraturan perundang-undangan
yang berlaku bagi guru, sikap terhadap organisasi profesi, sikap terhadap teman
sejawat, sikap terhadap anak didik, sikap terhadap tempat kerja, sikap terhadap
pemimpin, dan sikap terhadap pekerjaan. (Soetjipto, 2007)
1.
Sikap Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa :
“Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan “(PGRI,
1973). Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam
hal ini oleh Kementerian Pendidikan Nasional.
Guru
merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu
mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan,
sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala
peraturan- peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh departemen
pendidikan dan kebudayaan, dipusat maupun departemen lain dalam rangka
pembinaan pendidikan dinegara kita. Sebagai contoh, peraturan tentang
(berlakunya) kurikulum sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan pembiayaan
pendidikan (SPP), Evaluasi Belajar tahap akhir (EBTA), dan lain segainya.
Untuk
menjaga agar guru indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Kode etik guru mengatur
hal tersebut, seperti yang tertentu seperti yang kesembilan dari kode etik guru.
Dasar ini juga menunjukan bahwa guru indonesia harus tunduk dan taat kepada
pemerintah dalam menjalankan tugas pengabdianya, sehingga guru indonesia tidak
mendapat pengaruh negatif dari pihak luar, yang ingin memaksakan idenya melalui
dunia pendidikan, dengan demikian setiap guru indonesia wajib tunduk dan taat
terhadap segala ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia
harus taat terhadap kebijksanaan dan peraturan, baik yang dikeluarkan oleh
departemen pendidikan dan kebudayaan maupun departemen lain yang berwenang
mengatur pendidikan, dipusat dan didaerah dalam rangka melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan indonesia.
2.
Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara
dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
Dasar ini menunjukan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi sebagai
wadah dan sarana pengabdian PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan
pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk
membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut
sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan
kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan suatu sistem dimana unsur
pembentuknya adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai
tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik antara anggota profesi dan organisasi,
baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
Organisasi profesional harus membina
mengawasi para anggotanya. Organisasi adalah semua anggota dengan seluruh
pengurus dan segala perangkat dan alat-alat pelengkapnya. Kewajiban membina
organisasi profesi merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Oleh
sebab itu semua anggota dan pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat
dalam organisasi merupakan wakil-wakil formal dan keseluruhan anggota
organisasi, maka merekalah yang melaksanakan tindakan formal berdasarkan
wewenang yang telah di delegasikan kepadanya oleh seluruh anggota organisasi
itu. Dalam kenyataanya para pejabat itulah yang memegang peranan fungsional
dalam melakukan tindakan pembinaan sikap organisasi, merekalah yang
mengkomunikasikan segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotanya.
Dan mereka pula yang mengambil tindakan apabila diperlukan.
Setiap anggota harus memberikan
sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu dan
tenaga yang diberikan oleh anggota ini di koordinasikanoleh para pejabat
organisasi tersebut, sehingga pemanfaatanya menjadi efektif dan efesien. Dengan
perkataan lain setiap anggota profesi, apakah ia sebagai pengurus atau anggota
biasa, wajib berpartisipasi guna memelihara, men membina dan meningkatkan mutu
organisasi profesi dalam rangka mewujudkan cita-cita orgnisasi.
Dalam dasar keenam dari kode etik
ini dengan gamlang juga dituliskan “bahwa guru secara pribadi dan
bersama-sama mengemangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk
selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri. Siapa lagi,
kalau tidak anggota profesi itu sendiri, yang akan mengangkat martabat suatu
profesi serta meningkatkan mutunya.
Usaha peningkatan dan pengembangan
mutu profesi dapat dalakukan secara perseorangan oleh para anggotanya, ataupun
juga dapat dilakukan secara bersama. Lamanya program peningkatan pembinaan
itupun beragam sesuai yang diperlukan. Secara perseorangan peningkatan mutu
profesi dapat dilakukan baik secara formal maupun secara informal. Peningkatan
secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam berbagai
kursus,sekolah, maupun kuliah diperguruan tinggi atau lembaga lain yang
berhungan dengan profesinya. Disamping itu secara informal guru dapat saja
meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari mass media (surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain). Atau buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang
bersangkutan.
Peningkatan mutu profesi keguruan
dapat pula direncanakan dan dilalukan secara bersma atau kelompok. Kegiatan
berkelompok ini dapat berupa penataran,lokakarya, seminar,simposium atau bahkan
kuliah disuatu lembaga pendidikan yang diatur secara tersendiri. Misalnya
program penyetaraan D-III guru-guru
SLTP, adalah contoh - contoh kegiatan berkelompok yang
diatur tersendiri.
3.
Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7
kode etik guru disebutkan bahwa “guru memelihar ahubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan dan kesetiawanan sosial. “ini berati bahwa:
1)
Guru hendaknya menciptakan dan
memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya.
2)
Guru
hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan
sosisal didalam dan diluar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini kode etik guru
indonesia menunjukan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu
diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam sesama anggota
profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi yakni
hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal ialah hubungan yang
perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan
kekeluargaan adalah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam
lingkungan kerja maupun dalam hubungan
keseluruhan dalam rangka menjunjung tercapainya keberhasilan anggota profesi
dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.
Dalam hal ini
guru hendaknya menunjukkan suatu sikap yang ingin bekerja
sama, menghargai, pengertian, dan rasa tanggung jawab kepada sesama
personel sekolah. Sikap ini diharapkan akan memunculkan suatu rasa senasib
sepenanggungan, menyadari kepentingan bersama, dan tidak mementingkan
kepentingan sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain, sehingga
kemajuan sekolah pada khususnya dan kemajuan pendidikan pada umumnya dapat
terlaksana. Sikap ini hendaknya juga dilaksanakan dalam pergaulan yang lebih
luas yaitu sesama guru dari sekolah lain.
a)
Hubungan
guru berdasarkan lingkungan kerja
Dalam setiap
sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan beberapa anggota guru ditambah
beberapa orang personel sekolah lainya sesuai dengan kebutuhan sekolah
tersebut. Berhasil atau tidaknya sekolah membawa misinya akan banyak bergantung
kepada semua manusia yang terlibat didalamnya. Agar setiap personel sekolah
dapat berfugsi sebagaimana mestinya. Mutlak adanya hubungan yang baik dan
harmonis diantara sesama personel yaitu hubungan baik antara kepala sekolah dan
guru, guru dengan guru, dan kepala sekolah ataupun guru dengan personel sekolah
lainya. Semua personel sekolah ini harus dapat menciptakan hubungan baik dengan
anak didik disekolah tersebut.
Sikap
profesional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja
sama, saling harga menghargai, saling pengertian dan rasa tanggung jawab. Jika
ini sudah berkembang akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan serta menyadari
akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan
mengorbankan kepentingan orang lain (Hermawan,1979). Dalam suatu pergaulan
hidup, bagaimanapun kecilnya jumlah manusia , akan dapat
perbedaan-perbedaan pikiran,
perasaan,kemauan,sikap, watak, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian hubungan
tersebut dan dapat berjalan lancar tentram,dan harmonis, jika diantara mereka
tumbuh saling pengertian dan tenggang rasa antara satu dengan yang lainya.
Kebiasaan
kita pada umumnya, untuk kadang-kadang bersikap kurang sungguh-sungguh dan
kurang bijaksana, sehingga hal ini menimbulkan keretakan diantara sesama kita.
Hal ini tidak boleh terjadi karena jika diketahui oleh murid ataupun orang tua murid,
apalagi masyarakat luas, mereka akan resah dan tidak percaya kepada sekolah.
Hal ini juga dapat mendatangkan pengaruh negatif
kepada anak didik. Oleh sebab itu, agar jangan terjadi keadaan yang
berlarut-larut, kita perlu saling maaf-memaafkan dan memupuk suasana
kekeluargaan yang akrab sesama guru dan aparatur disekolah.
b). Hubungan guru berdasarkan lingkungan
keseluruhan
Dalam suatu pekerjaan, hendaklah
kita jadikan rekan kita sebagai saudara. Kita wajib membantu rekan kita bila dalam
kesukaran, saling mendorong kemajuan dalam bidang profesinya dan saling
menghormati hasil-hasil karyanya. Mereka saling memberitahukan
penemuan-penemuan baru untuk meningkatkan profesinya.
Sebagai saudara mereka berkewajiban
saling mengoreksi dan saling menegur, jika terdapat kesalahan-kesalahan atau
penyimpangan yang dapat merugikan profesinya.
4. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam kode
etik guru indonesia dituliskan dengan jelas bahwa “ guru berbakti membimbing
peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya yang berjiwa
pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami
oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari ,yakni: tujuan
pendidikan nasional, perinsip membimbing, dan perinsip pembentuka manusia
indonesia seutuhnya.
Tujuan
pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No.2/1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia indonesia seutuhnya yang berjiwa
pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajara,
atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang diungkapkan Ki Hajar
Dewantara adalah sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistm
itu adalah” ing ngarso tulodo”, ing madyo mangun karso, dan tut wuri
handayani”. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat
memberi contoh harus dapat memberikan pengaruh dan harus dapat mengendalikan
peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarka peserta
didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikanya. Dalan handayani
berati guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau
mengajarinya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan
kearah pembentukan manusia indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila dan bukan
lah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik.
Motto tut wuri handayani sekarang telah diambil menjadi motto
dari departemen pendidikan dan kebudayaan RI.
Prinsip
manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang
bulat ,utuh, baik jasmani maupun rohani, tidah hanya berilmu tinggi tetapi juga
bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
pengetahuan atau perkembangan intelektual saja tetapi juga harus memperhatikan
perkembangan seluruh peserta pribadi peserta didik, baik jasmani,rohani, sosial
maupun yang lainya yang sesuai dengan hakikat kependidikan. Ini dimaksudkan
agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu
menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya sebagai insan dewasa. peserta
didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh kepada
kehendak dan kemauan guru.
5. Sikap Terhadap Tempat Kerja
Sudah menjadi
pengetahuan umum bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan
produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan
guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkunganya. Untuk
menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan,
yaitu: (a) guru sendiri, (b) hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat
sekeliling.
Terhadap
guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir dan kode etik
yang berbunyi “Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar mengajar”. Oleh sebab itu, guru harus
aktif mengusahakan suasana ynag baik itu dengan berbagai cara, baik dengan
penggunaan metode mengajar yang sesuai maupun dengan penyediaan alat belajar
yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan
lainyayang diperlukan.
Suasana
harmonis disekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlibat didalamnya,
yakni kepala sekolah, guru, staf administrasi dan siswa, tidak menjalin
hubungan yang baik diantara sesamanya. Penciptaan suasana kerja menantang harus
dilengkapi dengan terjalinya hubungan yang baik dengan orang tua dan masyarakat
sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab
bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian kecil dari waktu, dimana peserta
didik berada di sekolah dan diawasi oleh guru-guru. Sebagian besar waktu justru
digunakan peserta didik di luar sekolah, yakni dirumah dan dimasyarakat
sekitar. Oleh sebab itu, amatlah beralasan bahwa orang tua dan masyarakat
bertanggung jawab terhadap pendidikan mereka. Agar pendidikan diluar ini
terjalin dengan baik dengan apa yang dilakukan oleh guru disekolah diperlukan
kerja sama dengan baik antara guru,orang tua,dan masyarakat sekitar.
Dalam
menjalin kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat mengambil
prakarsa, misalnya dengan cara mengundang orang tua sewaktu pengambilan rapor,
mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat disekitar, mengikut
seertakan persatuan orang tua siswa atau membantu meringankan permasalahan
sekolah, terutama menanggulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang
kegiatan sekolah.
Keharusan
guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya ini merupakan
isi dari butir kelima kode etik guru indonesia.
6.
Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai
salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang
lebih besar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) guru akan selalu berada dalam bimbingan dan
pengawasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai
dari pengurus cabang daerah sampai pusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga
besar Depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah,
kakandep,dan seterusnya sampai ke menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sudah jelas
bahwa pemimpin suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan
arahan dalam memipmpin organisasinya, dimana tiap anggota organisasi itu
dituntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi
tersebut. Dapat saja kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut diberikan
tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang diberikan
mereka. Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan malahan kritik
yang membangun demi pencapaian tujuan yang teah digariskan bersama dan kemajuan
organisasi. Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru
terhadap pemimpin harus positif dalam pengertian harus bekerja sama dalam
menyukseskan program yang sudah disepakati, baik disekolah maupun diluar
sekolah.
7. Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi guru
berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai persamaan dan
perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan
ketelatenan yang tinggi. Terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang
masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikaruniai sifat seperti itu, namun bila seorang telah
memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan berlaku
seperti itu.
Orang yang
telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil baik bila dia
mencintai kariernya dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat apa pun agar
kariernya berhasil baik, ia committed dengan pekerjaanya. Ia
harus mau dan mampu melaksanakan tugasnya serta mampu melayani dengan baik
pemakai jasa yang membutuhkanya.
Agar dapat
memberikan layanan yang memuaskan masyarakat,guru harus selalu dapat
menyesuaikan kemampuan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan
masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuanya. keinginan dan
permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat biasanya
dipengaruhi tekhnologi. Oleh karenanya, guru selalu dituntut untuk secara terus
menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu
layananya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir
keenam dalam kode etik Guru Indonesia yang berbunyi : “guru secara pribadi
dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat
melakukanya secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru
mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang
tugas, keinginan, waktu,dan kemampuanya. Secara informal guru dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilanya melalui mass media seperti
televisi, radio,majalah ilmiah, koran,dan sebagainya, ataupun membaca buku teks
dan pengetahuan lainya yang cocok dengan bidangnya.
C.
Pengembangan
Sikap Profesional
Pengembangan terhadap guru merupakan
hal mendasar dalam proses pendidikan. Saat ini guru dianggap sebuah profesi
yang sejajar dengan profesi yang lain, sehingga seorang guru dituntut bersikap
profesional dalam
melaksanakan tugasnya. Guru yang profesional
adalah “guru yang mempunyai sejumlah kompetensi yang dapat menunjang tugasnya
yang meliputi kompetensi pendagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial maupun kompetensi pribadi”. Dari
kompetensi tersebut guru dapat menciptakan suasana.
Seperti
telah diungkapkan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu baik mutu profesional
maupun mutu layanan, guru harus pula meningkatkan sikap profesionalismenya. Ini
berti bahwa ketujuh sasaran penyuikapan yang telah dibicarakan harus selalu di
pupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap profesionalisme ini dapat dilakukan,
baik selagi dalam pendidikan mauupun setelah bertugas (dalam jabatan).
a.
Pengembangan
Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam
pendidikan prajabatan, calon guru di didik dalam berbagai pengetahuan,sikap,
dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaanya nanti. Karena tugasnya yang
bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu bagaimana guru
bersikap terhadap pekerjaan dan jabatanya selalu menjadi perhatian siswa dan
muridnya.
Pembentukan
sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak
calon guru mulai pendidikanya di lembaga
pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap profesional dirancang dan dilaksanakan selama
calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap
tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-product) dari pengetahuan
yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin misalnya dapat terbentuk sebagai
hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar
matemattika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan
prosedur yang telah ditentukan. Sementara itu tentu saja pembentukan sikap
dapat diberikan dengan memberikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan
khusus yang direncanakan, sebagaimana halnya mempelajari pedoman penghayatan
dan pengalaman pancasila (P4) yang
diberikan kepada seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan
tinggi.
b.
Pengembangan
Sikap Selama dalam jabatan
Pengembangan
sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan
pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka
peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdianya sebagai guru.
Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilkakukan dengan cara formal
melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar atau
kegiatan ilmiah lainya ataupun secara informal melalui media masa televisi,
radio, koran dan majalah maupun publikasi lainya. Kegiatan ini selain dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan
sikap profesional keguruan.
Sebagai
profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan secara terus menerus, jangan sampai siswa lebih banyak pengetahuan
dari pada guru. Guru dituntut untuk mengetahui segala macam ilmu, bukan hanya
ilmu yang ia ampuh sebagai profesi. Sasaran penyikapan itu meliputi :
penyikapan terhadap perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat,
peserta didik, tempat kerja, pemimpin dalam pekerjaan.
Dalam
jabatan sebagai guru haruslah dapat menjawab tantangan perkembangan masyarakat,
dalam bersikap guru harus mengadakan pembaharuan sesuai dengan tuntutan
tugasnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Guru pofesional
adalah guru yang memiliki keahlian,
keterampilan, dan kemampuan sebagaimana filosofi dari Ki Hajar Dewantara “ tut
wuri handayani, ing garso sung tolodo, ing madyo mangun karso”.
Sasaran sikap profesional guru tidak hanya dituntut memiliki kemampuan
mengajar dan mendidik sekolah siswa saja, melainkan dituntut memiliki sikap terhadap Peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi guru, sikap
terhadap organisasi profesi, sikap terhadap teman sejawat, sikap terhadap anak
didik, sikap terhadap tempat kerja, sikap terhadap pemimpin, dan sikap terhadap
pekerjaan.
Guru yang
profesional adalah “guru
yang mempunyai sejumlah kompetensi yang dapat menunjang tugasnya yang meliputi
kompetensi pendagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial maupun kompetensi pribadi”. Pengembangan sikap profesionalisme dapat dilakukan, baik selagi dalam
pendidikan mauupun setelah bertugas (dalam jabatan).
DAFTAR PUSTAKA
Soetjipto,
Prof; M.Sc, Kosasi, Raflis, Drs. 2002. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta
Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implikasi KTSP


0 komentar:
Posting Komentar